Muawiyah dilahirkan dari keluarga hartawan dan pedagang besar yang menguasai perekonomian hampir seluruh semenanjung Arabia. Ayahnya bernama Abu Sufyan. Abu Sufyan inilah yang menjadi panglima besar kafir Quraisy pada perang Uhud, Khandaq dan pemimpin pemerintahan sampai Mekah dibebaskan oleh Rasulullah.
Ibunya bernama Hindun bin Utbah, seorang wanita lincah, cekatan yang mempunyai andil besar dalam membantu suami di perang Uhud. Pada waktu perang Badar, Hindun kehilangan ayah, paman, saudara dan puteranya. Untuk menuntut bela terhadap keluarganya itu, ia mengupah Wahsyi sebagai pembunuh bayaran untuk membunuh dan mengambil jantung Hamzah paman Nabi dan syahid agung untuk dimakannya mentah-mentah. Usaha menuntut bela ini dapat dicapainya.
Setelah Mekah dibebaskan, bersamaan dengan ayahnya ia pun masuk Islam. Setelah masuk Islam, ia menjadi salah seorang sekretaris Rasulullah saw. Ia pun ikut perang Hunain dan dengan gagah berani memperlihatkan keperwiraannya sebagai seorang putera bekas panglima dan mendapat pembagian rampasan perang bersama ayahnya melebihi yang lain karena keduanya masih muallaf (orang yang baru masuk Islam, yang mendapat jaminan hidup lebih dari orang yang sudah betul-betul beriman, supaya tidak murtad lagi).
Di zaman Khilafah Abubakar ra, ia ikut bertempur melawan Romawi di Syam (Damsyiq)di bawah pimpinan kakaknya Yazid bin Abu Sofyan. Ketika Yazid wafat, Muawiyah mengambil alih pimpinan pemerintahan dan kemudian oleh Khalifah Abubakar ra ditetapkan, menjadi wali negeri Syam sebagai pengganti kakaknya itu.
Pada masa Khalifah Umar Ibnul Khatthab ra, ia masih menjadi wali negeri Damsyiq. Ketika Khalifah Umar ra meninjau Syam, beliau mendapatkan Muawiyah di Istananya yang sangat mewah; Umar berkata, "Ini adalah Kisra (Kaisar) Arab!" Tidak lama setelah itu, karena berbagai alasan, Umar memberhentikan dari jabatannya dan Said bin Amir pelopor hidup sederhana menggantikan Muawiyah.
Pada masa Khalifah Utsman, Muawiyah diangkat kembali menjadi wali negeri seluruh Syria, termasuk Palestina. Banyak pengaduan rakyat kepada Khalifah Utsman tentang tindakan wali negeri ini, termasuk keberandalan puteranya. Akan tetapi sebagian besar surat pengaduan itu tidak disampaikan kepada Khalifah oleh sekretaris beliau yang bernama Marwam (saudara sepupu Muawiyah). Atas pengkhianatan Marwam inilah timbulnya pemberontakan dan terbunuhnya Khalifah Utsman.
Muawiyah adalah seorang jenius, pintar dan cerdik, politisi dan panglima perang. la mampu menggunakan kekuasaan dan harta negara dalam mencari kawan dan merangkul bawahan. Sahabat Nabi yang mulia ini, walaupun banyak ahli sejarah yang mencaci-makinya, wafat pada tahun 60 Hijrah dalam usia 78 tahun. Semoga Allah mengampuni dan menerima amal baktinya.
SumberBacaan :
Ibnu Hajar al-hsqalani: Tahdzib Attahdzib Jilid 10. Dar Shadar, Beirut, 1968.
Izuddin bin al-atsir: Usdul Ghabah P Ma 'rifatis Shahabah, As-Syu'b, Mesir, 1970.
Izuddin bin al-Atsir: AI-Kamil fil Tarikh, Dar Shadar, Beirut, 1965.
Khalid Muhammad Khalid: Ar-Rijal Haulal Raslll, Darul Kutub al-Arabiah, Beirut, 1973.
Ibnu Hajar al-hsqalani: Tahdzib Attahdzib Jilid 10. Dar Shadar, Beirut, 1968.
Izuddin bin al-atsir: Usdul Ghabah P Ma 'rifatis Shahabah, As-Syu'b, Mesir, 1970.
Izuddin bin al-Atsir: AI-Kamil fil Tarikh, Dar Shadar, Beirut, 1965.
Khalid Muhammad Khalid: Ar-Rijal Haulal Raslll, Darul Kutub al-Arabiah, Beirut, 1973.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق