Hari itu kaum muslimin di sebuah perkampungan di wilayah Irak mendapat kejutan. Kaum musyrikin di Perisa di Maisan (yang terletak di antara kota Basra dan Wasit) dikabarkan tengah mendekati tempat itu untuk menyerang kaum muslimin. Dengan jumlah pasukan musyrikin yang besar dan persenjataan lengkap, serangan yang tiba-tiba ini jelas di luar perhtungan kaum muslimin. Namun toh dengan segala kondisi muslimin harus siap.
Mughirah bin Syu'bah, pemimpin perkampungan itu, segera mengumpulkan seluruh laki-laki yang ada di kampung itu untuk menghalau musuh memasuki perkampungan. Minimnya jumlah dan peralatan perang, tak menyurutkan langkah kaum muslimin berhadapan langsung dengan musuh.
Pertempuran sengit di luar perkampungan tak terelakkan. Atas semua keterbatasan, pasukan muslimin tak mudah ditaklukkan musuh. Korbanpun mulai berjatuhan dari kedua belah pihak.
Dari kejauhan, beberapa orang wanita dari pihak muslimin menyaksikan semuanya. Walau kaum muslimin tak pernah menunjukkan rasa gentar, namun tetap saja jumlah yang sedikit dan persenjataan seadanya semakin lama akan melemahkan posisi mereka. Inilah yang dikhawatirkan para muslimah itu.
Wanita-wanita itupun kemudian bermusyawarah, merundingkan situasi tersebut. "Suami-suami kita sedang berjuang menentang musuhm sedang kita cuma bisa berdiam diri di sini," buka Azdah binti Harits dalam pertemuan para wanita tersebut. Wanita pemberani itu mengungkapkan kekhawatirannya pada posisi kaum muslimin yang semakin terdesak. Kekalahan kaum muslimin berarti membuka jalan masuk kaum musyrikin ke kampung ini, yang sebagian besa hanya tinggal wanita dan anak-anak. Tak ada lagi kaum laki-laki yang melindungi mereka.
Lalu apa yang bisa para wanita ini laukan untuk membantu kaum muslimin memenangkan pertempuran? Keberanian Azdah pun terbuktilah. Ia mengusulkan agar para wanita ikut turun ke medan pertempuran, membantu kaum muslimin. Situasinya sudah semakin mendesak. Idenya ini disambut antusias oleh wanita-wanita lainnya.
Namun turunnya mereka ke medan pertempuran tentulah membutuhkan strategi. Kali ini kecerdasan Azdah kembali terbukti. "Mari kita buat bendera dari jilbab kita dan semoga bendera-bendera ini dapat menggetarkan musuh," usul Azdah sambil merobek sebagian jilbabnya. Perbuatan Azdah itupun diikuti oleh para wanita yang lain. Mereka merobek sebagian jilbab yang mereka kenakan dan mengikatnya pada tongkat-tongkat yang ada, untuk dijadikan panji-panji perang. Kibaran panji-panji perang itu, dalam pandangan Azdah, akan mengesankan pada musuh bahwa bala bantuan untuk kaum muslimin datang dalam jumlah besar.
Dan itulah yang kemudian terjadi. Pasukan bendera itu merangsek ke medan perang. Demi melihat banyaknya kibaran bendera yang datang, pasukan musyrikin tersentak. Mereka tak mengira akan datang bala bantuan yang begitu banyak untuk kaum muslimin. Kepanikan mereka dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk memukul mundur pasukan musuh. Merekapun lari meninggalkan medan tempur. Strategi Azdah ternyata membawa hasil. kaum muslimin meraih kemenangan dalam pertempuran itu.
Mughirah bin Syu'bah, pemimpin perkampungan itu, segera mengumpulkan seluruh laki-laki yang ada di kampung itu untuk menghalau musuh memasuki perkampungan. Minimnya jumlah dan peralatan perang, tak menyurutkan langkah kaum muslimin berhadapan langsung dengan musuh.
Pertempuran sengit di luar perkampungan tak terelakkan. Atas semua keterbatasan, pasukan muslimin tak mudah ditaklukkan musuh. Korbanpun mulai berjatuhan dari kedua belah pihak.
Dari kejauhan, beberapa orang wanita dari pihak muslimin menyaksikan semuanya. Walau kaum muslimin tak pernah menunjukkan rasa gentar, namun tetap saja jumlah yang sedikit dan persenjataan seadanya semakin lama akan melemahkan posisi mereka. Inilah yang dikhawatirkan para muslimah itu.
Wanita-wanita itupun kemudian bermusyawarah, merundingkan situasi tersebut. "Suami-suami kita sedang berjuang menentang musuhm sedang kita cuma bisa berdiam diri di sini," buka Azdah binti Harits dalam pertemuan para wanita tersebut. Wanita pemberani itu mengungkapkan kekhawatirannya pada posisi kaum muslimin yang semakin terdesak. Kekalahan kaum muslimin berarti membuka jalan masuk kaum musyrikin ke kampung ini, yang sebagian besa hanya tinggal wanita dan anak-anak. Tak ada lagi kaum laki-laki yang melindungi mereka.
Lalu apa yang bisa para wanita ini laukan untuk membantu kaum muslimin memenangkan pertempuran? Keberanian Azdah pun terbuktilah. Ia mengusulkan agar para wanita ikut turun ke medan pertempuran, membantu kaum muslimin. Situasinya sudah semakin mendesak. Idenya ini disambut antusias oleh wanita-wanita lainnya.
Namun turunnya mereka ke medan pertempuran tentulah membutuhkan strategi. Kali ini kecerdasan Azdah kembali terbukti. "Mari kita buat bendera dari jilbab kita dan semoga bendera-bendera ini dapat menggetarkan musuh," usul Azdah sambil merobek sebagian jilbabnya. Perbuatan Azdah itupun diikuti oleh para wanita yang lain. Mereka merobek sebagian jilbab yang mereka kenakan dan mengikatnya pada tongkat-tongkat yang ada, untuk dijadikan panji-panji perang. Kibaran panji-panji perang itu, dalam pandangan Azdah, akan mengesankan pada musuh bahwa bala bantuan untuk kaum muslimin datang dalam jumlah besar.
Dan itulah yang kemudian terjadi. Pasukan bendera itu merangsek ke medan perang. Demi melihat banyaknya kibaran bendera yang datang, pasukan musyrikin tersentak. Mereka tak mengira akan datang bala bantuan yang begitu banyak untuk kaum muslimin. Kepanikan mereka dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk memukul mundur pasukan musuh. Merekapun lari meninggalkan medan tempur. Strategi Azdah ternyata membawa hasil. kaum muslimin meraih kemenangan dalam pertempuran itu.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق