Hukum Puasa Sunnat
Untuk puasa-puasa sunnat sudah ada ketentuan yang digariskan atas dasar Sunnatullaah dan Sunnatur-Rasulullaah, yaitu meliputi puasa-puasa seperti:
Untuk puasa-puasa sunnat sudah ada ketentuan yang digariskan atas dasar Sunnatullaah dan Sunnatur-Rasulullaah, yaitu meliputi puasa-puasa seperti:
a. Puasa 6 hari di bulan Syawal
Di dalam bulan Syawal ada peluang untuk mengerjakan puasa sunnat sebanyak 6 hari. Tanggal dimulainya hingga berakhirnya puasa Syawal yaitu dimulai dari tanggal 2 Syawal s.d. tanggal 30 Syawal. Dari tanggal-tanggal tersebut silahkan dikerjakan semampunya asal genap dapat tercapai banyaknya 6 hari. Jadi secara sunnah Rasulullah tidaklah berarti melaksanakan puasa 6 harus dikerjakan 6 hari berturut-turut. Bila mampu tidaklah mengapa, tapi bila tidak mampu kerjakan 1 hari atau 2 hari kemudian dilanjutkan bilamana ada kesempatan dan kemampuan hingga mencapai jumlah 6 hari.
Sebagai perbandingan:
Pada hari ke-2 bulan Syawal, Abu Huraiarh r.a. bertandang ke rumah Nabi Muhammad SAW. Dengan membawa kurma Abu Hurairah menyerahkan kepada Nabi, sambil mempersilahkan untuk dimakan Nabi. Tetapi Nabi tidak memakannya, dan beliau berkata, "Aku sedang berpuasa." Dengan tidak bertanya apapun Abu Hurairah berpamitan kepada Rasul untuk memohon diri pulang kembali ke rumahnya.
Pada hari yang ke-3 di bulan yang sama datang kepada Nabi untuk bertandang yaitu Anas bin Malik r.a., juga dengan membawakan kurna untuk Nabi. "Ya Rasulullah, kubawakan sedikit kurma untukmu, dan makanlah!" Tapi Nabi menjawab, "Terima kasih ya Anas, kurmamu akan kusimpan dahulu dan nanti saat berbuak akan kaumakan." Mendengar ucapan Nabi yang demikian Anas bin Malik bertanya kepada Nabi, "Apakah engkau berpuasa ya Rasul?" Nabi menjawab, "Ya, aku berpuasa."Kemudian Anas bin Malik kembali bertanya kepada Nabi, "Berapa lamakah engkau berpuasa ya Rasul?" Nabi menjawab, "Enam hari, terhitung sejak tanggal 2 Syawal dan insya-Allah hingga tanggal 7 Syawal." Dari jawaban Nabi yang demikian Anas bin Malik tidak berlama-lama berbicara dengan Nabi, dan Anas bin Malik langsung berpamitan kepada Nabi.
Pada hari ke-4 datang pula seorang sahabat yang bernama Ibnu Abbas r.a. bertandang ke rumah Nabi. Ibnu Abbas sebelumnya sudah mendengar dari sahabat Abu Hurairah dan Anas bin Malik, sambil memberikan kurma kepada Nabi, Ibnu Abbas langsung bertanya kepada Nabi, "Ya Rasulullah, kudengar engkau sedang berpuasa, benarkah itu?" Nabi menjawab, "Benar ya Abbas, aku berpuasa insya-Allah selama 6 hari." Ibnu Abbas bertanya lagi kepada Rasul, "Puasa apa gerangan ya Rasulullah?" Nabi menjawab, " Aku berpuasa selama 6 hari untuk mengqadha' puasaku yang tidak kukerjakan ketika bulan Ramadhan kemarin." Sama seperti para sahabat yang lainnya, Ibnu Abbas juga langsung pamit kepada Nabi.
Dari hadits tersebut di atas nyatalah bahwa keterangan bagi kaum muslimin yang datang dari Ibnu Abbas r.a. adalah hadits yang lengkap dan dapat dijadikan dasar untuk hukum-hukum puasa. Sedangkan hadits-hadits dari Abu Hurairah dan Anas bin Malik tidaklah dapat dijadikan dasar untuk hukum puasa karena kurangnya kelengkapan sebagai persyaratan menjadi hadits yang shahih. Dan dari hadits Anas bin Malik itulah yang sekarang banyak dipakai sebagai dasar hukum puasa. Jadi pada prinsipnya ada yang disebut puasa 6 hari di bulan Syawal, akan tetapi pada pelaksanaannya tidaklah harus dilaksanakan 6 hari terus-menerus, yang penting berpuasa di bulan Syawal jumlah harinya sebanyak 6 hari.
Hikmah puasa Syawal ialah untuk menyempurnakan segala kekurangan di dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan seperti puasanya, taddarusnya, shalat sunnat-sunnatnya, dll; bagi keperluan ibadah Ramadhan. Dan ingatlah akan 7 persyaratan untuk mencapai taqwa di bulan Ramadhan (lihat penjelasan sebelumnya).
b. Puasa Arafah
Yaitu puasa sunnat yang dikerjakan bagi umat muslim yang berada di luar Arafah atau bagi umat muslim yang tidak melaksanakan rukun Haji. Dan bagi umat muslim yang sedang melaksanakan rukun Haji berada di Arafah, yaitu bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah.
Bagi yang sedang melaksanakan rukun Haji melaksanakan:
Wuquf sekali di Arafah, dan besoknya tanggal 10 harus sudah berada di Makkah. Dengan sekali melaksanakan wuquf di Arafah maka dosa-dosa akan terhapuskan. Yang dimaksud terhapus dosa ialah: misal ketika wuquf di Arafah berumur 50 tahun maka dikurangi dengan masa baligh umur 15 tahun selisihnya menjadi 35 tahun maka sbanyak 35 tahun itulah dosa terhapuskan dan disebut bersih dari dosa.
Segala harta benda yang tersandang sebelum melaksanakan wuquf masih dalam keadaan kotor dan setelah wuquf menjadi bersih. Termasuk maskanan dan minuman yang telah kita nikmati.
Terhapusnya dosa-dosa kepada sesama muslim.
Terhapusnya segala perubatan kesyirikan (seperti bayi baru lahir) dan ini terjamin selama 40 hari terhitung selesai dari Arafah.
Bagi umat muslim yang belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan rukun Haji, laksanakanlah:
Berdoa setelah 4 rakaat qabliyah zhuhur.
Shalat sunnat intizar mukhafafah/tsiqalah.
Bernazar
Melaksanakan shalat sunnat thawaf.
Jangan dilupakan shlat sunnat Dhuha'.
Hikmah puasa tanggal 9 Dzulhijjah:
Akan mensucikan diri. Barangsiapa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah 3 kali berturut-turut (maksudnya 3 x tanggal 9 Dzulhijjah) maka yang keempatnya Allah akan memanggil untuk ke Baitullah).
Boleh juga disebut bahwa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah adalah puasa untuk mendaftarkan naik haji.
c. Puasa Tasyu'a
Puasa tasyu'a ialah puasanya Nabi Shaleh setiap tanggal 9 Muharram. Tasyu'a artinya 9 dan puasa ini tidak disunnatkan bagi umatnya karena dari puasa ini mengakibatkan umat Nabi Shaleh menjadi umat yang syirik. Dengan puasa tasyu'a Nabi Shaleh memohon kepada Allah agar sapi peliharaannya dijadikan sapi yang paling terkuat, dengan berhasilnya permohonan ini akibatnya umat Nabi Shaleh tidak lagi menyembah kepada Yang Maha Esa akan tetapi lebih menuhankan kepada sapi Nabi Shaleh.
d. Puasa Asyura
Asyura artinya 10 yang bermakna tanggal 10 Muharram. Sejak Nabi Musa a.s. hingga kepad Nabi Isa a.s. puasa ini dilaksanakan orang. Namun dari kaum Yahudi puasa ini dirubah menjadi membuat bubur dengan 10 macam bahan, dan dikenal dengan sebutan bubur Asyura. Ketika Nabi Muhammad SAW beliau berniat akan merubah kembali dari membuat bubur Asyura kembali untuk melaksanakan puasa Asyura, namun asyang sebelum beliau melaksanakannya beliau telah wafat. Dan bagi umat muslimin, sesuai dengan niat rencana Nabi Muhammad, bila tiba tanggal 10 Muharram kerjakanlah puasa Asyura, dan bukanlah membuat bubur Asyura. Kekuatan hukum tentang dasar puasa Asyura adalah atas dasar hadits Rasulullah yang sifat haditsnya termasuk ke dalam hadits Hamiyah (cita-cita Rasul).
Hikmah puasa Asyura:
Bagi siapa saja yang melaksanakan puasa Asyura maka orang tersebut akan mendapatkan ilmu-ilmu laduni dan kuat bathinnya. Bila Asyura menguatkan bathin maka membaca Fatihah di dalam shalat akan menghasilkan kontak bathin dengan Allah.
Sebaik-baik tuntunan ialah Al-Qur'an dan sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk Muhammad SAW (H.S.R. Imam Bukhari Muslim)
e. Puasa Sya'ban
Di dalam bulan Sya'ban ada kesempatan untuk melaksanakan puasa, dengan pelaksanaannya tidaklah menentukan hari dan jumlahnya. Bagi yang berani menentukan hari dan jumlahnya maka ketentuan tersebut sifatnya bid'ah, karena Rasulullah sendiri tidak pernah menentukan hal yang demikian itu.
Contoh yang ada: Seperti yang disebut orang dengan puasa Nishfu Sya'ban. Nishfu artinya separuh, sya'ban artinya bulan Sya'ban, jadi arti lengkapnya menjadi separuh bulan Sya'ban. Apabila bulan Sya'ban tepat jatuh kepada 30 hari maka arti Nisyfu Sya'ban bisa dibenarkan, namun bagaimana apabila bulan Sya'ban jatuh sebanyak 29 hari? Bagaimanakah menentukan separuhnya?
Sabda Rasulullah: Apabila sampai setengah bulan Sya'ban maka janganlah kamu berpuasa maka bahwasanya puasanya orang-orang Yahudi (H.S.R. Imam Bukhari Muslim).
Dari keterangan hadits di atas jelaslah bahwa apa yang disebut oleh sebagian umat muslim dengan puasa Nishfu Sya'ban hukumnya malah dilarang oleh Rasulullah. Jadi pada prinsipnya adanya kesempatan melaksanakan puasa di bulan Sya'ban tidaklah ditentukan hari dan jumlahnya.
Hikmah puasa Sya'ban (bukan Nishfu Sya'ban):
Untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagai latihan di dalam menghadapi bulan Ramadhan.
Dan apa-apa yang disebut hikmah Nishfu Sya'ban seperti:
Dengan puasa Nishfu Sya'ban sama dengan berpuasa selama 1 tahun.
Di saat Sya'ban adanya tutup buku, dll.
Semua ini adalah isapan jempol belaka, bila ditelaah dengan berdasarkan sunnah Rasulullah hal yang demikian hukumnya tidak ada. Karena itulah apa yang disebut dengan puasa Nishfu Sya'ban adalah termasuk pekerjaan yang bid'ah.
f. Puasa Asbu'
Yaitu puasa yang dikerjakan setiap seminggu 2 kali (puasa Senin dan Kamis). Puasa ini adalah puasa sunnat yang sering dilaksanakan oleh Rasulullah. Kedua hari Senin dan Kamis mengandung makna:
Untuk menguatkan bathin dan roh dimasukkan ke dalam jasad pada hari Jum'at sedangkan dilengkapinya pada hari Senin dan Kamis.
g. Puasa Baidh
Baidh artinya putih, jadi bila disebut puasa Baidh berarti puasa pemutih/pembersih diri. Puasa Baidh dilaksanakan setiap jatuh tanggal 13, 14, 15 pada setiap bulannya (tanggal dalam tahun Hijriyah). Untuk ketentuan hari-harinya bebas, tidak terkena hukum hari yang dilarang berpuasa.
Puasa Baidh persamaannya dengan shalat sunnat Dhuha' namun nilai bandingannya sama dengan 1 hari puasa Asbu' = 7 kali shalat sunnat Dhuha'. Jadi bila melaksanakan puasa Baidh 3 hari = 21 kali shalat sunnat Dhuha' yang berarti mendapat 21 macam do'a yang dijamin Allah.
Maka bila kita melaksanakan suatu hajat kepada Allah untuk lebih tajamnya hajat tersebut kombinasikan: shalat Dhuha' + puasa Baidh + shalat Intizaar.
Sabda Rasulullah: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Kawanku (Nabi SAW) berwasiat kepadaku dengan tiga yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati, yaitu: berpuasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha' dan tidur sesudah shalat witir.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق