Masjidil Nabawi dibangun pada tanggal 18 Rabbiul Awal tahun 1 Hijeriah di Madinah. Salah satu peristiwa bersejarah yang akan terus dikenang dan diingat
oleh seluruh umat islam adalah peristiwa hijrah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW. Peristiwa hijrah dilakukan oleh Rasulullah bersama para
sahabat dalam rangka untuk lebih mempercepat syi’ar islam di penjuru
bumi. Dikarenakan begitu sulitnya dakwah islam di kota makkah maka Allah
memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk segera meninggalkan kota
Makkah menuju Madinah.
Setibanya di madinah, Rasulullah tinggal di kediaman Abu Ayyub
al-Ansyari dan sebelumnya unta tunggangan beliau berhenti di suatu
tempat maka kaum muslimin menjadikannya sebagai tempat untuk menunaikan
sholat. Ketika itu Rasulullah bersabda:
“insyaallah , tempat ini untuk rumah” (HR.Bukhari)
Tempat itu adalah tempat penjemuran kurma milik dua orang anak yatim
dari Bani Najjar yang berada dalam pemeliharaan As’ad bin Zurahah. kedua
anak tersebut bernama Suhail dan Sahl.
Kemudian Rasulullah memanggil kedua anak yatim itu dan menawar tanah
tersebut untuk dijadikan masjid. Namun kedua aanak tersebut berkata:” justru kami akan memberikannya kepada anda, wahai Rasulullah“.
kendati demikian Rasulullah merasa enggan menerima pemberian dari kedua
anak tersebut sehinnga beliau tetap membelinya. Dan disinilah akhirnya
masjid Nabawi dibangun.
Pada riwayat yang lain dari Imam Bukhari diceritakan, ketika
Rasulullah memerintahkan pembangunan masjid, beliau mengirim utusan
kepada Bani Najjar dan memanggil mereka. Setelah mereka datang
rasulullah bersabda:
“Wahai Bani Najjar, hargailah kebun kalian ini untukku!’ Mereka menjawab,”Demi Allah, tidak! kami tidak aakan meminta harganya kecuali kepada Allah SWT”
Kemudian beredar kabar bahwa ditempat ini sebelumnya terdapat kuburan
orang-orang musrik. Tempat itu adalah dataran yang agak tinggi dan dan
ada juga pohon kurma. Maka Rasulullah memerintahkan agar kuburan ini
digali dan tulang belulangnya dikeluarkan, lalu dataran yang agak tinggi
diratakan. Rasulullah juga memerintahkan untuk memotong pohon-pohon
kurma dan dan menyusunnya ke arah kiblat masjid. setelah itu pembangunan
masjid pun dimulai. Rasulullah berbaur bersama para sahabat membawa
batu bata yang masih mentah dan membacakan syair
Yang dibawa ini bukanlah beban dari khaibar.
Ini lebih kekal, lebih bermanfaat dan lebih suci dihadapan Rabb kami.
Beliau juga berseru,
Ya Allah, sesungguhnya ganjaran itu adalah ganjaran akhirat
Berilah rahmat kepada kaum ansyar dan kaum muhajirin.
Dalam riwayat yang lain diceritakan pula bahwa mereka
memindahkan bebatuan sambil membawakan syair, sementara Rasulullah juga
berbaur dengan mereka. Mereka mengumandangkan syair.
Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat
Maka berikanlah pertolongan kepada kaum Anshar dan Muhajirin.
Dalam pembangunan masjid ini Rasulullah mengutamakan orang-orang yang
ahli. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah bersabda kepada
para sahabat yang ikut bekerja membangun masjid, “Dekatkanlah al-Yamani ke tanah itu, karena sentuhan dia terbaik diantara kalian, dan paling kuat adonannya”.
Dua pinggiran pintunya dibuat terlebih dahulu, dindingnya dari batu
bata yang disusun dari lumpur tanah, atapnya dari daun korma, tiangnya
dari batang pohon, lantainya dibuat menghampar dari pasir dan
kerikil-kerikil kecil, pintunya ada tiga. Panjang bangunannya ke arah
kiblat hingga ujungnya ada sekitar seratus hasta begitu pula lebarnya
hampir sama. Adapun pondasinya kurang lebih tiga hasta.
Selain masjid, beliau juga membangun beberapa rumah disisi masjid,
dindingnya dari susunan batu dan bata, atapnya dari daun korma yang
disangga beberapa batang pohon. itu ada bilik-bilik untuk istri-istri
beliau. setelah semuanya beres, beliau kemudian pindah dari rumah Abu
Ayyub.
Masjid itu dibangun bukan hanya untuk tempat beribadah, tapi juga
merupakan tempat sekolah bagi kaum muslimin untuk menerima pengajaran
islam dan bimbingan-bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan tempat
untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sia-sisa pengaruh
perselisihan semasa jahiliyah, sebagai tempat mengatur segala urusan dan
sekaligus gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda
pemerintahan.
Disamping itu semua, masjid tersebut juga dijadikan tempat tinggal
dan bermukim orang-orang muhajirin yang miskin, yang datang ke mdinah
dengan tanpa memiliki harta, tidak memiliki kerabat dan masih bujang
atau belum berkeluarga.
Pada masa-masa awal hijrah juga disyariatkan adzan, sebuah seruan
yang menggema ke angkasa, lima kali setiap harinya, yang suaranya
memenuhi seluruh pelosok. Kisah mimpi Abdullah Bin Zaid bin Abdi Rabbah
tentang adzan inisudah cukup terkenal, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzy, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Khuzaimah.
Pembangunan Masjid Nabawi Setelah Kebakaran Pertama
Pada awal bulan Ramadhan tahun 654 H, terjadi kebakaran yang melanda Masjid Nabawi. Peristiwa yang pertama kali ini, terjadi pada masa Daulah Abbasiyah.Saat mengetahui hal itu, pada tahun 655 H, Khalifah Mu’tashim yang tengah memimpin Daulah Abbasiyah segera memerintahkan pembangunan ulang Masjid Nabawi.Dia mengirimkan dana untuk keperluan pembangunan. Namun, pembangunan tersebut tidak dapat diselesaikan karena adanya serangan bangsa Tatar kepada kekhalifahan Islam yang menyebabkan jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H.
Kelanjutan pembangunan Masjid Nabawi kemudian diambil alih oleh para pemimpin Dinasti Mamalik yang berkuasa di Mesir. Pembangunan dan renovasi akhirnya bisa dirampungkan pada tahun 661 H, sehingga Masjid Nabawi dapat terlihat seperti bentuk semula sebelum terjadi kebakaran.
Selain Dinasti Mamalik, pihak lain yang turut berperan dalam melengkapi sarana dan prasarana Masjid Nabawi saat itu adalah Raja Muzhaffar yang memerintah Negeri Yaman. Raja Muzhaffar mengirimkan mimbar baru sebagai ganti atas mimbar yang hancur dilalap api.
Sementara itu, pada tahun 665 H Raja Zhahir yang memerintah Cyprus mengirimkan papan pembatas yang terbuat dari kayu. Papan pembatas ini diletakkan di sekeliling pembatas segi lima yang mengelilingi bekas kamar Rasulullah SAW.
Pada tahun 678 H, Sultan Manshur Qalawun yang memerintah Dinasti Mamalik membangun kubah di atas kamar tersebut. Sejak saat itu, kubah menjadi ciri khas Masjid Nabawi. Kemudian pada tahun 706 H, Sultan Muhammad bin Qalawun memerintahkan pembangunan menara keempat, yaitu menara Bab As-Salam yang sempat hancur pada masa Daulah Umayah.
Mayat Di atas Kubah Masjidil Nabawi
Qubbatul Khadhra’ (kubah hijau) yang terlihat megah di Masjid Nabawi adalah menaungi kuburan jasad Rasul Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra.
Hingga sekarang mayat tersebut masih
ada dan dapat disaksikan langsung dengan mata kepala. Bagi yang tidak
dapat berkunjung ke sana dapat mengakses internet google “Ada Mayat di atas Kubah Masjid Nabawi”. Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah ini, terlepas dari kebenarannya, bahwa
kembali kepada Tauhid yang murni seperti zaman Rasul Saw adalah tujuan
dari dakwah Islam dan misi para Rasul dan umat Islam mesti menerimanya,
jika tidak ingin menjadi orang musyrik. Akan tetapi pemeliharaan nilai
sejarah dan para pelaku sejarah juga penting, karena Allah berfirman :
Pembangunan Masjid Nabawi Setelah Kebakaran Pertama
Pada awal bulan Ramadhan tahun 654 H, terjadi kebakaran yang melanda Masjid Nabawi. Peristiwa yang pertama kali ini, terjadi pada masa Daulah Abbasiyah.Saat mengetahui hal itu, pada tahun 655 H, Khalifah Mu’tashim yang tengah memimpin Daulah Abbasiyah segera memerintahkan pembangunan ulang Masjid Nabawi.Dia mengirimkan dana untuk keperluan pembangunan. Namun, pembangunan tersebut tidak dapat diselesaikan karena adanya serangan bangsa Tatar kepada kekhalifahan Islam yang menyebabkan jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H.
Kelanjutan pembangunan Masjid Nabawi kemudian diambil alih oleh para pemimpin Dinasti Mamalik yang berkuasa di Mesir. Pembangunan dan renovasi akhirnya bisa dirampungkan pada tahun 661 H, sehingga Masjid Nabawi dapat terlihat seperti bentuk semula sebelum terjadi kebakaran.
Selain Dinasti Mamalik, pihak lain yang turut berperan dalam melengkapi sarana dan prasarana Masjid Nabawi saat itu adalah Raja Muzhaffar yang memerintah Negeri Yaman. Raja Muzhaffar mengirimkan mimbar baru sebagai ganti atas mimbar yang hancur dilalap api.
Sementara itu, pada tahun 665 H Raja Zhahir yang memerintah Cyprus mengirimkan papan pembatas yang terbuat dari kayu. Papan pembatas ini diletakkan di sekeliling pembatas segi lima yang mengelilingi bekas kamar Rasulullah SAW.
Pada tahun 678 H, Sultan Manshur Qalawun yang memerintah Dinasti Mamalik membangun kubah di atas kamar tersebut. Sejak saat itu, kubah menjadi ciri khas Masjid Nabawi. Kemudian pada tahun 706 H, Sultan Muhammad bin Qalawun memerintahkan pembangunan menara keempat, yaitu menara Bab As-Salam yang sempat hancur pada masa Daulah Umayah.
Mayat Di atas Kubah Masjidil Nabawi
Qubbatul Khadhra’ (kubah hijau) yang terlihat megah di Masjid Nabawi adalah menaungi kuburan jasad Rasul Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra.
Tempat tersebut dahulunya adalah rumah
baginda Rasul Saw karena setiap Rasul yang diutus oleh Allah Swt
dikuburkan di mana dia wafat. Sebagaimana sabda Nabi Saw:
Tidak dicabut nyawa seorang Nabi pun melainkan dikebumikan dimana dia wafat. (HR. Ibnu Majah)
Sejarah bercerita, ketika Nabi sampai di Madinah, pertama sekali dikerjakan Nabi Saw adalah membangun Masjid Nabawi
dengan membeli tanah seharga 10 dinar kepunyaan dua orang anak yatim
Sahl dan Suhail berukuran 3 x 30 m. Bangunan yang sederhana itu hanya
berdindingkan tanah yang dikeringkan, bertiangkan pohon kurma dan
beratapkan pelepah kurma. Sebelah Timur bangunan Masjid Nabawi dibangun
rumah Nabi Saw, dan sebelah Barat dibangun ruangan untuk orang-orang
miskin dari kaum Muhajirin yang pada akhirnya tempat itu dikenal dengan
tempat ahli Suffah (karena mereka tidur berbantalkan pelana kuda).
Baru pada tahun ke-7 H, Nabi mengadakan perluasan Masjid Nabawi ke arah Timur, Barat, dan Utara sehingga berbentuk bujursangkar 45 x 45 m dengan luas mencapai 2.025 m2
dan program jangka panjang untuk memperluas Masjid Nabawi seperti yang
kita lihat sekarang ini diisyaratkan oleh Nabi Saw dengan sabdanya
menjelang wafat: “Selayaknya kita memperluas masjid ini”.Hingga pada tahun ke-17 H, Amirul Mukminin Umar
bin Khattab khalifah kedua, memperluas ke arah Selatan dan Barat
masing-masing 5 m dan ke Utara 15 m, dan dilanjutkan oleh Usman bin
Affan khalifah ketiga memperluas ke arah Selatan, Utara dan Barat
masing-masing 5 m pada tahun ke-29 H.
Akhirnya pada masa Khalifah Bani Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H, memperluas ke semua sisi Masjid Nabawi termasuk ke arah Timur (rumah Nabi) dan kamar-kamar isteri Nabi (hujurat)
sehingga makam Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin
Khattab termasuk bagian dari masjid dan berada di dalam masjid yang
sebelumnya terpisah dari masjid.
Inilah yang menjadi pembahasan para
ulama dan fukaha di dalam Fikih Islam, yaitu mendirikan bagunan seperti
rumah kubah, madrasah, dan masjid di atas kuburan. Karena Nabi Saw
bersabda : Allah mengutuk umat Yahudi dan Nasrani yang membuat kuburan para nabi mereka menjadi masjid-masjid (tempat peribadatan). (HR.
Bukhari Muslim)Hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama terutama di
kalangan pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (Th. 1115 H/ 1703 M di
Masjid Saudi Arabia, dan aliran ini disebut oleh para rivalnya sebagai
aliran Wahabiyah, dan di Indonesia dengan aliran Salafi). Secara umum,
tidak boleh melakukan kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap
kuburan, dan membangun kubah di atas kuburan.
Sama ada di atas tanah wakaf atau di
atas tanah pribadi. Sama ada untuk tujuan penghormatan atau mengambil
berkah dan mengagungkan kuburan karena semua itu adalah perbuatan
sia-sia sebagaimana dipahami oleh Sayyid Sabiq di dalam Fikih
Sunnah-nya.Sejalan dengan tujuan berdirinya aliran Wahabiah ini untuk
memurnikan Tauhid, aliran ini cukup gencar memusnahkan kubah-kubah yang
dibangun di atas kuburan, batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama
yang sudah wafat, ayat-ayat Alquran yang tertulis di batu-batu nisan,
kuburan-kuburan para wali yang dikeramatkan agar jangan terjadi
khurafat, syiruk dan bid’ah di dalam Tauhid dan ibadah umat ini.Dan
siapa saja di antara umat Islam yang melakukan itu mereka bukan lagi
penganut Tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan
kepada Tuhan lagi, melainkan dari syekh atau wali dan dari kekuatan
gaib, dan orang-orang yang demikian juga menjadi musyrik.Kenyataan itu
dapat dilihat sampai sekarang, bagi jamaah haji yang berkunjung ke makam
Rasul, ke Baqi’, ke Ma’la, ke Uhud, dimana para penziarah diusir karena
mendoa menghadap ke kuburan Nabi Saw. Demikian juga bila kita berziarah
ke Baqi’ dan Uhud, tidak ada satu kuburan pun yang diberi nama atau
tanda untuk membedakan antara kuburan sahabat-sahabat yang senior, para
ahli hadis, bahkan kuburan Aisyah dan isteri-isteri Nabi pun tidak dapat
dibedakan. Kalau penziarah bertanya kepada para “Satpam” kuburan baqi’
mana kuburan isteri Nabi? Mana kuburan Usman bin Affan? Mereka hanya
menjawab “ana la adri” (saya tidak tau).
Upaya Wahabi untuk memurnikan Tauhid
umat Islam lewat pemusnahan simbol-simbol kuburan, batu nisan, dan
kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan dilakukan secara besar-besaran
pada masa Raja Abdul Azis. Tepatnya pada 8 Syawal 1345 H, bertepatan 21
April 1925 M, dimana kuburan baqi’ yang tersusun rapi di sana
dimakamkan ahlil bait Nabi dan puluhan ribu para sahabat, termasuk kuburan Khadijah isteri Nabi yang pertama ummul mukminin (ibu dari orang-orang beriman) di Ma’la – Makkah, semuanya rata dengan tanah.
Terakhir
ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk
dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya
melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai
sekarang.
Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah
menceritakan ada seorang soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar
suara yang mengatakan “Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan
mayat tersebut, agar orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”.
Sungguh di dalam sejarah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111).
Akhirnya jika pelaku sejarah tidak boleh dikenang, tidak
dimuliakan, tidak dihormati, kuburannya diratakan, bagaimana kita
mengambil pelajaran dari sejarah tersebut? Adapun maksud Nabi Saw Allah
mengutuk Yahudi dan Nasrani menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah,
adalah menyembah kuburan. Semoga kita dapat pelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق