Muawiyah bin Yazid mengundurkan diri tanpa menunjuk seorang pun
sebagai penggantinya. Para pemuka dan pembesar keluarga Bani Umayyah
yang tetap ingin mempertahankan jabatan khilafah berada di tangan
mereka, segera mengangkat Marwan bin Hakam sebagai khalifah keempat Bani
Umayyah.
Sebagian besar penduduk Yaman yang berada di wilayah Syam menyatakan
berada di pihak Bani Umayyah. Termasuk di antara mereka Husain bin
Alnamir, panglima perang yang pernah memimpin pasukan untuk menyerang
Abdullah bin Zubair di Makkah. Dengan demikian, kendati tak mendapat
dukungan dari wilayah Hijaz, Irak, Iran dan bahkan Mesir, namun dukungan
sebagian penduduk Yaman itu, pihak Bani Umayyah mendapat kekuatan yang
tak bisa diabaikan.
Marwan bin Hakam bukanlah sosok baru dalam catur perpolitikan kala
itu. Sebelumnya, ia pernah menjabat penasihat Khalifah Utsman bin Affan.
Pengaruhnya tidak kecil terhadap kebijakan pemerintahan. Tak sedikit
kebijakan yang ditelurkan Khalifah Utsman kental aroma kekeluargaan.
Beberapa gubernur kala itu banyak yang diganti dengan orang-orang dari
pihak keluarga Umayyah. Misalnya, jabatan gubernur di Mesir yang
dipegang oleh Amr bin Ash, diganti oleh Abdullah bin Sa’ad.
Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil menaklukkan wilayah Syria dan
Palestina dari tangan Romawi, jabatannya digantikan oleh Muawiyah bin
Abi Sufyan. Sa’ad bin Abi Waqqash yang berhasil menaklukkan wilayah Irak
dan Iran dari tangan Persia, jabatannya digantikan oleh Ziyad bin
Abihi. Begitu pun dengan beberapa wilayah lain. Sebagian besar para
pemimpinnya diganti dengan orang-orang dari pihak keluarga Umayyah.
Kebijakan ini tak bisa dilepaskan begitu saja dari pengaruh Marwan bin
Hakam, mengingat kondisi Khalifah Utsman yang sudah lanjut usia kala
itu.
Kebijakan yang tidak terjadi sebelumnya itu, melahirkan berbagai
ketidakpuasan. Gejolak muncul di beberapa tempat. Puncaknya, Khalifah
Utsman terbunuh. Marwan bin Hakam melarikan diri ke Damaskus dengan
membawa pakaian Utsman yang berlumuran darah. Lantaran merasa tidak puas
dengan kebijakan Khalifah Ali yang tidak segera mengusut pembunuh
Utsman, menyebabkan semakin keruhnya suasana.
Terjadilah Perang Shiffin antara Khalifah Ali dan Muawiyah. Dari sana
lahir kelompok Khawarij, yang merasa tak puas dengan kedua belah pihak,
serta berniat membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, dan
Amr bin Ash yang dianggap sebagai penyebab segala kekeruhan.
Khalifah Ali terbunuh. Hasan bin Ali yang hanya menjabat Khalifah
selama beberapa bulan, menyerahkan jabatannya kepada Muawiyah. Pada masa
inilah, Marwan diserahi jabatan gubernur untuk wilayah Hijaz yang
berkedudukan di Madinah. Begitu penduduk Madinah menyatakan dukungan
kepada Abdullah bin Zubair, Marwan melarikan diri ke Damaskus.
Dengan demikian, sosok Marwan bin Hakam tidak begitu diterima oleh
para sahabat dan tabiin kala itu. Bahkan beberapa ahli sejarah seperti
Adz-Dzahabi seperti dikutip Suyuthi dalam Tarikhul Khulafa’-nya tidak memasukkan Marwan sebagai khalifah.
Pertentangan antara pihak Abdullah bin Zubair dan Marwan bin Hakam mencapai puncaknya pada Perang Marju Rahith
yang terjadi pada 65 H. Pada peperangan ini pasukann Abdullah bin
Zubair mengalami kekalahan cukup telak. Penduduk wilayah Mesir dan Libya
yang semula berpihak padanya, mengangkat baiat atas Marwan. Namun
wilayah Hijaz, Irak dan Iran tetap tunduk kepada Abdullah bin Zubair.
Dengan demikian, pada masa itu wilayah Islam terpecah menjadi dua
khilafah. Daerah Hijaz dan sekitarnya termasuk Makkah dan Madinah tunduk
kepada Abdullah bin Zubair. Sedangkan wilayah Syria berada dalam
kekuasaan Marwan bin Hakam.
Untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya itu, Marwan bin Hakam yang
sudah berusia 63 tahun itu mengawini Ummu Khalid, janda Yazid bin
Muawiyah. Perkawinan yang tidak seimbang itu sangat kental aroma
politik. Dengan mengawini janda Yazid, Marwan bermaksud menyingkirkan
Khalid, putra termuda Yazid dari tuntutan khilafah.
Dalam suatu kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan kepada Khalid
dan ibunya. Akibatnya fatal, Ummu Khalid menaruh dendam yang luar
biasa. Pada suatu kesempatan, ketika Marwan mendatanginya, bersama para
dayang, Ummu Khalid mencekik Marwan beramai-ramai. Marwan meninggal pada
usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9 bulan 18
hari. Masa pemerintahannya tak membawa banyak perubahan bagi sejarah
Islam.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق