1. Pengertian Ghashab
Ghashab menuru bahasa berarti mengambil secara
dzalim. Adapun menurut syariat berarti menguasai harta orang lain dengan
alasan yang tidak benar.
Tindakan ini termasuk kedzaliman yang diharamkan di
dalam al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’. Pelakunya harus mengembalikan apa
yang dighashab, karena itu termasuk masalah mengembalikan kedzaliman
kepada orang yang didzalimi.
Perbuatan Ghashab adalah kejahatan yang diancam
hukuman pidana (hukuman dunia). Dalam syari’at Islam hukuman ghashab
ialah dipotong tanggannya.
2. Dasar Hukum Ghashab
· Al-Qur’an
Ghashab, merampas hak orang lain adalah perbuatan
zhalim, sedangkan perbuatan zhalim termasuk kegelapan-kegelapan pada
hari kiamat.
Allah swt berfirman:
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS al-Baqarah: 188).
Sebab turunnya ayat ini ialah seperti yang
diriwayatkan Bahwa ibnu Asywa Al-Hadrami dan Imri’il Qais teribat dalam
sesuatu perkara soal tanah yang masing-masing tidak dapat memberikan
bukti. Maka Rasulullah saw. Menyuruh Imri’il Qais (sebagai terdakwa yang
ingkar) supaya bersumpah. Tatkala Imri’il Qais hendak melaksanakan
sumpah itu turunlah ayat ini.
Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang agar
jangan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Yang dimaksud
dengan “memakan” disini ialah “mempergunakan” atau “memanfaatkan”
sebagaimana biasa dipergunakan dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya. Dan
yang dimaksud dengan “batil” ialah dengan cara yang tidak menurut hukum
yang telah ditentukan Allah.
Para ahli tafsir mengatakan banyak hal-hal yang dilarang yang termasuk dalam lingkungan bagian pertama dari ayat ini, antara lain :
a. Memakan riba
b. Menerima zakat bagi orang yang tidak berhak menerimanya.
c. Makelar-makelar penipuan terhadap pembeli atau penjual.
Kemudian pada ayat bahagian kedua atau bahagian
terakhir dari ayat ini Allah swt. melarang membawa urusan harta kepada
hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebahagian dari harta orang lain
dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberi sumpah palsu atau
saksi palsu.
Hadits
عَنْ
سَعِيْدِ بْنُ زَيْدٍ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص قَالَ (مَنِ اقْتَطَعَ
شِيْرًا مِنَ اْلاَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقُهُ اللهُ اِيَّاهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ اَرَضِيْنَ). منتفق عليه.
Artinya : Dari Sa’id bin Zaid, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabada “Barangsiapa ambil sejengkal dari bumi dengan kezhaliman, niscaya Allah kalungkan dia dengannya pada hari Qiyamat dari tujuh bumi”.
Pendapat علامة
Syaikhul islami ibnu Taimiyah berkata : “Jika yang
haram bercampur dengan yang halal, seperti barang yang dikuasai dengan
ghashab, riba dan judi, lalu tidak ada kejelasan ketika ia bercampur
dengan yang lain (yang halal), maka tidak diharamkan untuk dicampur.
Jika di suatu lahan ada gambaran seperti ini, tidak diketahui secara
jelas garis perbedaannya, maka tidak diharamkan bagi seorang untuk
membeli lahan itu. Tapi jika mayoritas harta seseorang diperoleh dengan
cara haram, maka apakah menggunakan harta itu haram ataukah makruh?
Jawabannya dapat dititik dari dua sisi, yang pasti, jika mayoritas
hartanya halal, maka tidak diharamkan menggunakannya”.
Menurut Al-Qurtuby : “dari hadits yang disebutkan bahwa dapat disimpulkan tentang kemungkinan masuknya meng-ghashab tanah dalam dosa-dosa besar”.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق