Ubay bin Ka'ab r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi yang terkenal dan ahli dalam membaca kitab suci Al-Our'an. la juga senantiasa menulis wahyu yang diajarkan Rasulullah saw. Di samping kemampuannya menghafal Al-Qur'an, ia juga memiliki pengetahuan tentang kitab suci umat Islam tersebut.
Rasulullah saw. berkata tentangnya, "Ubay bin Ka'ab adalah seorang qari' (pembaca Al-Qur'an) yang paling baik di kalangan umatku!"
Ubay bin Ka'ab r.a. pernah membaca seluruh Al-Qur'an dalam shalat Tahajud selama delapan malam berturut-turut.
Suatu saat Rasulullah berkata kepadanya, "Allah SWT telah memerintahkan kepadaku supaya membacakan seluruh isi Al-Qur'an kepadamu."
Ubay r.a berkata, "Wahai Rasulullah. Adakah Allah telah menyebutku dengan memanggil namaku?"
Rasulullah saw menjawab, "Ya, benar, Allah SWT telah menyebut engkau dengan memanggil namamu."
Jawaban Rasulullah saw. membuatnya terharu. Bayangkan saja jika seseorang yang sangat kita kasihi dan dambakan menyebut nama kita, sungguh kebahagiaan yang luar biasa.
Apalagi jika yang menyebut namanya adalah Allah SWT, Dzat Mahabesar yang cinta-Nya menjadi dambaan setiap insan ciptaan-Nya. Betapa Allah SWT sangat menghargai orang yang berilmu sehingga mendapat tempat yang spesial di sisi-Nya.
Ubay r.a mengisahkan, "Pernah suatu hari Rasulullah saw. mengujiku tentang pengetahuan Al-Qur'an yang aku miliki. Beliau bertanya kepadaku, 'Wahai Ubay, ayat manakah dalam Al-Qur'an yang paling mulia?' Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' Rasulullah saw. mengulang pertanyaan itu dan aku menjawabnya dengan penuh rendah diri.
Pada kali ketiga Rasulullah saw bertanya, lalu aku menjawab, 'Sesungguhnya ayat yang paling mulia dari Al-Qur'an adalah Ayat Kursi ( QS Al-Baqarah [2]: 255).' Rasulullah saw. terlihat sangat gembira atas jawabanku itu, kemudian beliau bersabda, 'Semoga Allah SWT merahmatimu karena ilmu pengetahuan yang telah kamu miliki.'"
Pernah suatu ketika Rasulullah saw sedang mengimami shalat dan tertinggal satu ayat dalam bacaan beliau. Kemudian Ubay r.a membetulkan kesalahan tersebut dengan berbisik pelan di belakang beliau. Setelah selesai shalat berjemaah, Rasulullah saw. bertanya, "Siapakah yang telah membenarkan bacaanku?"
Rasulullah saw. diberi tahu bahwa Ubay r.a yang telah membetulkan bacaannya. Lalu, beliau berkata, "Aku telah menduga memang Ubay orangnya."
Ubay r.a. banyak menghabiskan waktunya untuk memperdalam pengetahuan agama dan mendapat tugas istimewa sebagai pencatat isi Al-Qur'an. Dia juga turut berjihad di semua peperangan bersama Rasulullah saw tanpa tertinggal sekalipun
Rasulullah saw. berkata tentangnya, "Ubay bin Ka'ab adalah seorang qari' (pembaca Al-Qur'an) yang paling baik di kalangan umatku!"
Ubay bin Ka'ab r.a. pernah membaca seluruh Al-Qur'an dalam shalat Tahajud selama delapan malam berturut-turut.
Suatu saat Rasulullah berkata kepadanya, "Allah SWT telah memerintahkan kepadaku supaya membacakan seluruh isi Al-Qur'an kepadamu."
Ubay r.a berkata, "Wahai Rasulullah. Adakah Allah telah menyebutku dengan memanggil namaku?"
Rasulullah saw menjawab, "Ya, benar, Allah SWT telah menyebut engkau dengan memanggil namamu."
Jawaban Rasulullah saw. membuatnya terharu. Bayangkan saja jika seseorang yang sangat kita kasihi dan dambakan menyebut nama kita, sungguh kebahagiaan yang luar biasa.
Apalagi jika yang menyebut namanya adalah Allah SWT, Dzat Mahabesar yang cinta-Nya menjadi dambaan setiap insan ciptaan-Nya. Betapa Allah SWT sangat menghargai orang yang berilmu sehingga mendapat tempat yang spesial di sisi-Nya.
Ubay r.a mengisahkan, "Pernah suatu hari Rasulullah saw. mengujiku tentang pengetahuan Al-Qur'an yang aku miliki. Beliau bertanya kepadaku, 'Wahai Ubay, ayat manakah dalam Al-Qur'an yang paling mulia?' Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' Rasulullah saw. mengulang pertanyaan itu dan aku menjawabnya dengan penuh rendah diri.
Pada kali ketiga Rasulullah saw bertanya, lalu aku menjawab, 'Sesungguhnya ayat yang paling mulia dari Al-Qur'an adalah Ayat Kursi ( QS Al-Baqarah [2]: 255).' Rasulullah saw. terlihat sangat gembira atas jawabanku itu, kemudian beliau bersabda, 'Semoga Allah SWT merahmatimu karena ilmu pengetahuan yang telah kamu miliki.'"
Pernah suatu ketika Rasulullah saw sedang mengimami shalat dan tertinggal satu ayat dalam bacaan beliau. Kemudian Ubay r.a membetulkan kesalahan tersebut dengan berbisik pelan di belakang beliau. Setelah selesai shalat berjemaah, Rasulullah saw. bertanya, "Siapakah yang telah membenarkan bacaanku?"
Rasulullah saw. diberi tahu bahwa Ubay r.a yang telah membetulkan bacaannya. Lalu, beliau berkata, "Aku telah menduga memang Ubay orangnya."
Ubay r.a. banyak menghabiskan waktunya untuk memperdalam pengetahuan agama dan mendapat tugas istimewa sebagai pencatat isi Al-Qur'an. Dia juga turut berjihad di semua peperangan bersama Rasulullah saw tanpa tertinggal sekalipun
Hidup Sederhana Ubai Bin Kaab
Ubai bin Ka’ab, salah seorang sahabat Anshar yang berasal dari Bani Khazraj. Di kalangan kaum muslim yang tinggal di Madinah saat itu, nama Ubai bin Ka’ab termasuk sahabat utama Rasulullah. Ia juga seorang yang mengikuti perjanjian Aqabah serta menyertai Rasulullah turun ke medan laga paling akbar dalam sejarah Islam, perang Badar.
Ubay bin Ka’ab adalah sosok yang sederhana. Rendah hati dan selalu tenang dalam bertutur kata. Tubuhnya tak tinggi juga tak pendek. Tak gemuk juga tak kurus. Ia bukan keturunan bangsawan tapi Ubay bin Ka’ab adalah sosok istimewa dalam sejarah sahabat Rasulullah.
Ia mampu jadi teladan bagi para sahabat lain karena kesederhanaanya. Sosok lelaki yang memiliki ingatan kuat dalam menghafal Alquran ini, dengan tekun menulis ayat-ayat Quran di berbagai tempat. Ia selalu menggabadikan wahyu Allah itu baik di pelepah daun, batu-batu dan berbagai alat yang ia bisa gunakan untuk mengabadikan ayat-ayat suci itu. Dari sinilah peran Ubay bin Ka’ab menjadi penting dalam sejarah Islam.
Sikap tekun dan telaten dalam mencatat ayat-ayat Quran ini menjadikan Ubay bin Ka’ab sangat dekat dengan kehidupan Rasulullah. Secara otomatis kedekatan hubungan ini, memudahkan Ubay menulis secara tepat wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhamad.
Riwayat kedekatan ini dipertegas dengan dialog antara Rasulullah dengan Ubay. Suatu ketika Rasulullah pernah memanggil dan mengatakan salah satu keistimewaan yang diberikan Allah kepada Ubai bin Ka’ab. “Wahai Ubai bin Ka’ab, saya dititahkan Allah untuk menyampaikan Al Qur’an kepadamu,” ujar Rasulullah.
Ubay kaget sekaligus bangga. Tapi ubay merasa bahwa Rasulullah sedang menggoda dirinya. Ia sadar sosok Nabi Muhamad, selain bijak dalam bertutur juga sosok humoris yang bisa menyenangkan lawan bicaranya.
Ubay pun tak kuasa menahan perasaan gembira dan cemas. Ia pun kemudian bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, ibu dan bapakku menjadi tebusan bagimu, apakah kepadamu disebutkan namaku?”
“Benar, namamu dan keturunanmu berada di tingkat derajat yang tinggi,” kata Rasulullah menjawab pertanyaan Ubai bin Ka’ab. Wajah Ubay memerah, tersipu dan berseri-seri. Ia tak kuasa menahan kebahagiaan luar biasa karena secara khusus ia dan keturunannya dicatat sebagai sosok yang memiliki keistimewaan dalam lajur sejarah Islam.
Ubay diriwayatkan memiliki suatu mushaf khusus susunannya sendiri dan ia termasuk diantara para sahabat yang merupakan penghapal Al Qur’an (hafiz).
Ubay juga anggota kelompok penasihat (mushawarah) yang dibentuk khalifah Abu Bakr sebagai tempat bertanya atas berbagai permasalahan. Dewan tersebut terdiri dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Ubay bin Kaab sendiri. Setelah menjadi khalifah, Umar bin Khattab kemudian juga meminta nasihat dari kelompok yang sama. Secara spesifik, ia meminta nasihat mengenai fatwa-fatwa kepada Utsman, Ubay and Zaid bin Tsabit.
Kekuatan Memori Ubay Bin Ka'ab
Keahliannya menjaga hafalan dan mengumpulkan ayat demi ayat wahyu yang turun, membangun Ubai bin Ka’ab menjadi seorang yang mempunyai ilmu yang tinggi. Ada satu peristiwa penting yang berhasil dicatat tentang ketinggian ilmu Ubai bin Ka’ab.
Kekuatan memori untuk menghafal ayat-ayat Quran itu tidak semata-mata bersandar pada kekuatan akal pikiran Ubay bin Ka’ab, tapi juga akhlak budi pekeri Ubay yang membentuk daya menghafal Ubay cukup tinggi. Jadi pada dasarnya sosok yang mampu menghafal ayat-ayat Quran itu, secara tidak langsung memiliki akhlak-akhlak yang mulia.
Akhlak mulia itu tercermin dalam diri Ubay yang rendah hati dan selalu berpikir sebelum bertindak. Mari kita melihat contoh dialog Ubay bin Ka’ab dengan Rasulullah.
“Ya Abul Munzir, ayat manakah dari kitabullah yang paling teragung?,” ungkap Rasulullah bertanya sambil menyebut nama panggilannya.
“Allah dan rasul-Nya saja yang paling mengetahui semuanya,” jawab Ubai pada Rasulullah. Tapi kemudian Rasulullah mengulangi lagi pertanyaanya tadi sebagai isyarat bahwa Ubai bin Ka’ab memang harus benar-benar menjawab.
Ubay merenung dan menundukkan kepala sebentar. Tak lama ia mengangkat dagu dan berakata dengan tegas, “Allah tiada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup serta Maha Pengatur.” (QS. Al Baqarah: 255)
Mendengar jawaban Ubay bin Ka’ab, Rasulullah menepuk-nepuk dadanya sebagai pernyataan kagum. “Selamat padamu Abul Munzir, atas ilmu yang kamu capai,” puji Rasulullah. Rasulullah menepuk-nepuk dada Ubai bin Ka’ab sebagai tanda rasa kagum yang sangat. Jawaban Ubay membuat Rasulullah bangga. Sebuah jawaban singkat dan tepat.
Ada lagi satu peristiwa yang memperlihatkan kemampuan Ubay bin Ka’ab. Pernah suatu ketika Rasulullah saw sedang mengimami salat dan tertinggal satu ayat dalam bacaan beliau. Kemudian Ubay r.a membetulkan kesalahan tersebut dengan berbisik pelan di belakang beliau. Setelah selesai salat berjamaah, Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah yang telah membenarkan bacaanku?”
Rasulullah saw. diberitahu bahwa Ubay r.a yang telah membetulkan bacaannya. Lalu, beliau berkata, “Aku telah menduga memang Ubay orangnya.”
Meski hubungannya dengan Rasulullah sangat dekat, Ubay tak memanfaatkan kedekatannya dengan hidup mewah atau berpoya-poya. Ia tetap sosok yang sederhana baik tutur katanya maupun perilaku yang dijalankan.
Jika ia bicara, Ubay selalu dengan nada bicara yang tenang dan pelan tapi jelas. Semboyan kehidupan sederhana itu tercermin dari perilaku dan pedoman hidup yang ia sandang. “Sesungguhnya makanan manusia bisa dijadikan gambaran dan perumpamaan bagi dunia. Seenak apapun barang yang dimakan, atau sebaliknya itu tak penting. Yang penting adalah, menjadi apa nantinya,” tutur Ubay ketika ditanya oleh salah sahabat Rasulullah.
Inilah pola hidup yang layak ditiru. Meski kemampuan menulis dan menghafal ayat-ayat alquran, tak menjadikan ia tinggi hati. Kesederhanaan dalam hidup itu adalah sisi lain dari sosok sahabat nabi ini. Meski kemampuannya menulis, Ubay tak lepas dari perannya sebagai muslin untuk turut andil dalam berperang melawan kafir quraiys. Berbagai pertempuran ia jalani dan kerap menjadi ujung tombak dalam menghalau lawan.
Ada pesan yang cukup membuat kita merenung dan berpikir yang dilontarkan Ubay bin Ka’ab. Ia bertutur, selagi Rasulullah masih bersama kita, kita mempunyai tujuan yang sama, niat yang satu. Tapi setelah beliau pergi meninggalkan kita, tujuan kitapun berbeda-beda. Ada yang ke kiri, ada pula yang ke kanan.
Kisah Lainnya
Pada suatu hari, Rasulullah SAW menanyainya, “Hai Abul Mundzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!” jawab orang itu. Nabi SAW mengulangi pertanyaannya, “Abul Mundzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” Maka ia menjawab, “Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia, Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk)-Nya” (QS. al-Baqarah : 255) Rasulullah Saw pun menepuk dadanya dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, beliau berkata, “Selamat bagimu hai Abul Mundzir, atas ilmu yang kamu capai!” Abul Mundzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasul yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, tiada lain adalah Ubay bin Ka’ab, seorang sahabat yang mulia…
Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian’aqabah, peraang Badar, dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia dikalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mukminin ‘Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya, “Ubay adalah pemimpin kaum Muslimin…” Ubay bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Begitu pun dalam menghafal al-Quranul Karim, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW mengatakan kepadanya, “Hai Ubay bin Ka’ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu.” Ubay maklum bahwa Rasulullah SAW hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu. Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu bapakku menjadi tebusan engkau! Apakah kepada engkau disebutkan namaku?” Rasulullah SAW menjawab, “Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi!” seorang muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi SAW pastilah seorang Muslim yang agung, amat agung! Selama tahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubay bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi Saw, tak putus-putusnya ia meneguk dari telaganya yang dalamnya itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah SAW, Ubay bin Ka’ab menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadah, dalam keteguhan beragama, maupun dalam keluhuran budi. Di samping itu, tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah SAW masih hidup, diperingatkanlah keteguhan iman mereka, sifat Zuhud, perangai, dan budi pekerti mereka.
Di antara ucapan-ucapannya yang mengagumkan, yang selalu didengungkannya kepada sahabat-sahabatnya ialah, “Selagi kita bersama Rasulullah SAW, tujuan kita satu, tetapi setelah ditinggalkan beliau, tujuan kita bermacam-macam. Ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan!”
Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menepati zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan teperdaya. Ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahannya, sebagaimana juga corak hidup manusia, betapapun ia berenang di lautan kesenangan dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedangkan di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk. Mengenai dunia, Ubay pernah melukiskannya sebagai berikut,
“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya?” Bila Ubay berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat. Apabila ia berbicara mengenai Agama Allah, tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu."
“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya?” Bila Ubay berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat. Apabila ia berbicara mengenai Agama Allah, tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu.
Tatkala wilayah Islam telah meluas dan dilihatnya sebagian kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat kepada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam, “Celakakan! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, hanya saja yang saya sayangkan ialah kaum Muslimin yang celaka disebabkan oleh mereka!” karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubay selalu menangis setiap kali teringat akan Allah dan hari akhir. Ayat-ayat al-Quranul karim, baik yang dibaca ataupun yang didengarnya, semua menggetarkan hati dan persendiannya. Tetapi ada satu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, yang apabila dibaca atau didengar olehnya, maka ia akan diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah: Katakanlah, “Dia-lah yang Berkuasa Mengirimkan Azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia Mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).” (QS.al-An’am : 65)
Yang paling dicemaskan oleh Ubay terhadap umat Islam ialah datangnya suatu generasi umat yang saling bercakar-cakaran di antara sesama mereka. Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah, dan berkat karunia serta Rahmat-Nya, hal itu dapat diperolehnya, dan ia pun menemui Rabb-nya dalam keadaan beriman, aman, tenteram, dan memperoleh pahala.
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق