Kenikmatan dunia tidak sebanding nikmatnya menghadap sang Khalik dalam keadaan syahid. Begitulah prinsip yang dipegang oleh salah seorang sahabat Rosulullah SAW, Hanzhalah Bin Abu Amir
Qatadah menceritakan bahwa pada perang Uhud, Rasulullah SAW. berkata, ` Hanzhalah akan dimandikan oleh malaikat.” Maka para sahabat bertanya kepada keluarga Hanzhalah, “Apa yang terjadi dengannya?” Qatadah juga bertanya kepada istri Hanzhalah, lalu ia menjawab, “Ketika terdengar seruan perang Uhud, Hanzhalah segera pergi untuk berjihad padahal sedang berhadas besar.” Rasulullah SAW. berkata, “Karena itulah ia akan dimandikan malaikat.” (HR Ibnu Ishaq dari Ashim bin `Umar bin Qatadah)
Dalam kisah lain, Urwah bercerita, “Aku benar-benar melihat malaikat sedang memandikan Hanzhalah di antara langit dan bumi dengan air dari awan dalam sebuah tempat besar terbuat dari perak.” Abu Asid al-Sa`idi lalu berkata, “Kami pergi melihat Hamzah, kepalanya meneteskan air.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Sa’ad dari Hisyam bin Urwah)
Dalam Perang Uhud, Hanzhalah adalah salah satu yang berada di dekat Rasulullah, untuk membelanya dari serangan kaum kafir yang berbalik menguasai medan pertempuran karena kelalaian kaum muslimin. Ketika itu Hanzhalah bertempur satu lawan satu melawan Abu Sufyan bin Harb, pimpinan kaum musyrikin. Hanzhalah meloncat ke Abu Sufyan dan memukul urat kering kuda Abu Sufyan. Abu Sufyan terjatuh ke tanah. Hanzhalah ingin membunuhnya. Akan tetapi, seorang musyrikin, Syaddad bin Syaub melihatnya dan menebas Hanzhalah dengan pedangnya. Hanzhalah jatuh dan syahid ketika melindungi Rasulullah.
Usai perang, Rasulullah memeriksa para syuhada. Alangkah terkejutnya Rasulullah, ketika melewati mayat Hanzhalah. Rasulullah melihat para malaikat sedang memandikan Hanzhalah. Ketika para sahabat bertanya kepada isterinya Hanzhalah, beliau berkata: “penyeru jihad membuatnya tergesa dari bersuci dan dia pergi ke medan perang dalam keadaan junub.”
Dia adalah Hanzhalah bin Abu Amir bin Shaifi bin Malik bin Umayyah bin Dhabiâ bin Zaid bin Uaf bin Amru bin Auf bin Malik al-Aus al-Anshory al-Ausy, Demikianlah Hanzhalah, sahabat yang mulia, syahid dan mendapat keistimewaan dimandikan para malaikat.
Hanzhalah bin Abu Amir adalah anak pemimpin suku Aus yang terbilang kaya di Yastrib (Madinah) pada masa menjelang hijrahnya Nabi Muhammad ke sana. Ayahnya, Abu Amir bin Shaify, orang yang sangat benci kepada Islam. Pada zaman jahiliyah, dia mendapat julukan Abu Amir Sang Pendeta, tetapi julukan itu berbalik menjadi Abu Amir lelaki Fasik ketika Yastrib sudah dikuasai oleh kaum muslim.
Hanzhalah menikah pada suatu malam yang besok paginya terjadi perang di Uhud. Hanzhalah minta izin kepada Nabi SAW untuk bermalam bersama isterinya. Sementara dia sendiri tidak tahu dengan pasti apakah malam itu malam pertemuan atau justru malam perpisahan. Nabi Muhammad SAWmemberinya ijin untuk menginap malam itu bersama isterinya.
Manis macam apakah yang ada pada malam itu ? Rahasia apa yang dipendam hari itu dari Hanzhalah? Bersamaan dengan menyembulnya fajar pertama terdengar gemuruh perang, terdengar seorang menyeru dan mengumumkan jihad. Beberapa saat dia timbang-timbang antara kenikmatan dunia dan kenikmatan Akhirat Akhirnya dia memilih akhirat demi kenikmatannya. Untuk kemudian menyongsong panggilan jihad dan meninggalkan dunia dengan segala isinya.
Saat Perang Uhud. Di antara pahlawan perang yang bertempur tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah Hanzhalah bin Abu Amir. Pada masa jahiliyah ayahnya dikenal sebagai seorang pendeta, namanya Amru. Suatu hari ayahnya ditanya mengenai kedatangan Nabi dan sifatnya hingga ketika datang, orang-orang dengan mudahnya dapat mengenalnya. Ayahnya pun menyebutkan apa yang ditanyakan. Bahkan secara terang-terangan dirinya akan beriman dengan kenabian itu. Ketika Allah turunkan Islam di jazirah Arab untuk menuntun jalan kebenaran melalui nabi terakhir. Justru dirinya mengingkarinya. Bahkan dirinya hasud dengan kenabian Muhammad. Tak lama kemudian Allah bukakan hati anaknya, Hanzhalah untuk menerima kebenaran yang dibawa Rasulullah. Sejak itulah jiwa dan raganya untuk perjuangan Islam.
Kebencian ayahnya terhadap Rasulullah membuat darahnya naik turun. Bahkan meminta izin Rasulullah untuk membunuhnya. Tapi Rasulullah tidak mengizinkan. Sejak itulah keyakinan akan kebenaran ajaran Islam semakin menancap di relung hatinya. Seluruh waktunya digunakan untuk menimba ilmu dari Rasulullah.
Kenikmatan dunia tidak sebanding nikmatnya menghadap sang Khalik dalam keaaan syahid. Begitulah prinsip yang dipegang oleh salah seorang sahabat Rosulullah SAW, Hanzhalah Bin Abu Amir. Ia pemuda sedehana. Namun berkat ajaran suci Rasulullah SAW, juga latar belakangnya yang bersahaja, ia pun tumbuh menjadi sosok yang tidak pernah minder, dan gampang putus asa. Ia tak pernah merasa gentar kala harus membela kebenaran risalah suci yang dibawa Nabi SAW.
Di tengah kesibukkannya mengikuti dakwah Rasulullah yang penuh dinamika, tak terasa usia telah menghantarkannya untuk memasuki fase kehidupan berumah tangga. Disamping untuk melakukan regenerasi, tentu ada nikmat karunia Allah yang tak mungkin terlewatkan.
Hanzhalah menikahi Jamilah binti Abdullah bin Ubay bin Salul, anak sahabat bapaknya. Mertuanya itu dikenal sebagai tokoh munafik, menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keimanan. Dia berpura-pura membela Nabi SAW dalam Perang Uhud; namun ketika rombongan pasukan muslim bergerak ke medan laga, ia menarik diri bersama orang-orangnya, kembali ke Madinah.
Sementara itu Madinah dalam keadaan siaga penuh. Kaum muslimin sudah mencium gelagat dan gerak-gerik rencana penyerangan oleh pasukan Abu Shufyan. Situasi Madinah sangat genting. Namun walau dalam situasi seperti itu, Hanzhalah dengan tenang hati dan penuh keyakinan akan melangsungkan pernikahannya. Sungguh tindakannya itu merupakan gambaran sosok yang senantiassa tenang menghadapi berbagai macam keadaan.
Mereka memang baru saja menjalin sebuah ikatan. Memadu segala rasa dari dua lautan jiwa. Berjanji, menjaga bahtera tak akan karam walau kelak badai garang menghadang. Kini, dunia seakan menjadi milik berdua. Malam pertama yang selalu panjang bagi setiap mempelai dilalui dengan penuh mesra. Tak diharapkannya pagi segera menjelang. Segala gemuruh hasrat tertumpah. Sebab, sesuatu yang haram telah menjadi halal.
Pemuda yang belum lama menikmati indahnya malam pertama itu tersentak. Jiwanya sontak terbakar karena ghirah. Suara itu terdengar sangat tajam menusuk telinganya dan terasa menghunjam dalam di dadanya. Suara itu seolah-olah irama surgawi yang lama dinanti. Hanzalah harus mengeluarkan keputusan dengan cepat. Bersama dengan hembusan angin fajar pertama, Hanzhalah pun segera melepaskan pelukan diri dari sang istri.
Dia segera menghambur keluar, dia tidak menunda lagi keberangkatannya, supaya ia bisa mandi terlebih dahulu. Istrinya meneguhkan tekadnya untuk keluar menyambut seruan jihad sambil memohon kepada Allah agar suaminya diberi anugerah salah satu dari dua kebaikan, menang atau mati syahid,
Dia berangkat diiringi deraian air mata kekasih yang dicintainya. Ia berangkat dengan kerinduan mengisi relung hatinya. Kerinduan saat-saat pertama yang sebelumnya sangat dinantikannya, saat mereka berdua terikat dalam jalinan suci. Namun semua itu berlalu bagaikan mimpi. Hanzalahpun akhirnya berangkat menuju medan laga untuk memenangkan cinta yang lebih besar atas segalanya. Bahkan untuk meraih kemenangan atas dirinya sendiri.
Kenikmatan yang bagai tuangan anggur memabukkan tak akan membuatnya terlena. Sehingga, iringan doalah yang mengantar kepergiannya ke medan jihad. Dia bergegas mengambil peralatan perang yang memang telah lama dipersiapkan. Baju perang membalut badan, sebilah pedang terselip dipinggang. Siap bergabung dengan pasukan yang dipimpin Rasulullah SAW.
Berperang bersama Hamzah, Abu Dujanah, Zubayr, Muhajirin dan Anshar yang terus berperang dengan yel-yel, seolah tak ada lagi yang bisa menahan mereka. Bulu-bulu putih pakaian Ali, surban merah Abu Dujanah, surban kuning Zubayr, surban hijau Hubab, melambai-lambai bagaikan bendera kemenangan, memberi kekuatan bagi barisan di belakangnya.
Tubuh Hanzhalah yang perkasa serta merta langsung berada di atas punggung kuda. Sambil membenahi posisinya di punggung kuda, tali kekang ditarik dan kuda melesat secepat kilat menuju barisan perang yang tengah bekecamuk. Tangannya yang kekar memainkan pedang dengan gerakan menebas dan menghentak, menimbulkan efek bak hempasan angin puting beliung.
Musuh datang bergulung. Merimbas-rimbas. Tak gentar, ia justru merangsek ke depan. Menyibak. Menerjang kecamuk perang. Nafasnya tersengal. Torehan luka di badan sudah tak terbilang. Tujuan utama ingin berhadapan dengan komandan pasukan lawan. Serang! Musuhpun bergelimpangan.
Takbir bersahut-sahutan. Lantang membahana bagai halilintar. Berdentam. Mendesak-desak ke segenap penjuru langit. Hanzhalah terus melabrak. Terjangannya dahsyat laksana badai. Pedangnya berkelebat. Suaranya melenting-lenting. Kilap mengintai. Deras menebas. Berkali-kali orang Quraisy yang masih berkutat dalam lembah jahiliyah itu mati terbunuh di tangannya.
Sementara itu, dari kejauhan Abu Sufyan melihat lelaki yang gesit itu. Dia ingin sekali mendekat dan membunuhnya, tetapi nyalinya belum juga cukup untuk membalaskan dendam kepada pembunuh anaknya di perang Badar itu. Situasi berbalik, kali ini giliran Hanzhalah mendekati Abu Sufyan ketika teman-temannya justru melarikan diri ketakutan. Abu Sufyan terpaksa melayaninya dalam duel satu lawan satu. Abu Sufyan terjatuh dari kudanya. Wajahnya pucat, ketakutan.Pedang Hanzhalah yang berkilauan siap merobek lehernya. Dalam hitungan detik, nyawanya akan melayang. Tapi, dalam suasana genting itu, Abu Sufyan berteriak minta tolong, Hai orang-orang Quraisy, tolong aku.Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Syadad bin Al-Aswad yang memang sudah disiagakan untuk menghabisi Hanzhalah, berhasil menelikung gerakan hanzhalah dan menebas tengkuknya dari belakang. Tubuh yang gagah dan tegap itu jatuh berdebum ke tanah, Para sahabat yang berada di sekitar dirinya mencoba untuk memberi pertolongan, namun langkah mereka terhenti.
Lantas orang-orang Quraisy di sekitarnya tanpa ampun mengayunkan pedangnya kepada Hanzhalah, dari kiri, kanan, dan belakang, sehingga Hanzhalah tersungkur. Dalam kondisi yang sudah parah, darah mengalir begitu deras dari tubuhnya, ia masih dihujani dengan lemparan tombak dari berbagai penjuru.Tak lama kecamuk perang surut. Sepi memagut. Mendekap perih di banyak potongan tubuh yang tercerabut. Ia syahid di medan Uhud. Di sebuah gundukan tanah yang tampak masih basah, jasadnya terbujur.
Semburat cahaya terang dari langit membungkus jenazah Hanzhalah dan mengangkatnya ke angkasa setinggi rata-rata air mata memandang. Juga tejadi hujan lokal dan tubuhnya terbolak-balik seperti ada sesuatu yang hendak diratakan oleh air ke sekujur tubuh Hanzhalah. Bayang-bayang putih juga berkelebat mengiringi tetesan air hujan. Hujan mereda, cahaya terang padam diiringi kepergian bayang-bayang putih ke langit dan tubuh Hanzhalah kembali terjatuh dengan perlahan.
Subhanallah! Padahal sedari tadi hujan tak pernah turun mengguyur, setetes-pun. Para sahabat yang menyaksikan tak urung heran. Para sahabat kemudian membawa jenazah yang basah kuyup itu ke hadapan Rasulullah saw dan menceritakan tentang peristiwa yang mereka saksikan. Rasulullah meminta agar seseorang segera memanggil istri Hanzhalah. Begitu wanita yang dimaksud tiba di hadapan Rasul, beliau menceritakan begini dan begini tentang Hanzhalah dan bertanya: Apa yang telah dilakukan Hanzhalah sebelum kepergiannya ke medan perang? Wanita itu tertunduk. Rona pipinya memerah, dengan senyum tipis ia berkata: Hanzhalah pergi dalam keadaan junub dan belum sempat mandi ya Rasulullah!
Rasulullah kemudian berkata kepada yang hadir. Ketahuilah oleh kalian. Bahwasannya jenazah Hanzhalah telah dimandikan oleh para malaikat. Bayang-bayang putih itu adalah istri-istrinya dari kalangan bidadari yang datang menjemputnya.Dengan malu-malu mereka (para bidadari) berkata; Wahai Hanzhalah, wahai suami kami. Lama kami telah menunggu pertemuan ini. Mari kita keperaduan.
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar.(QS 61:10-12).
Hanzhalah bin Abu Amir kemudian dikenal dengan sebutan “Ghoisulmalaikat” (orang yang dimandikan para malaikat). Selamat wahai anda Hanzhalah anda telah mendapat surga orang-orang Aus, Suku Hanzhalah sangat bangga dengannya karena dari suku mereka ada yang dimandikan Malaikat Sesungguhnya Hanzhalah akan tetap menjadi kebanggaan dan terpatri dalam dada kaum muslimin bukan hanya untuk Aus saja! Semoga Allah ridha terhadap Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanhu..
Beruntunglah Hanzhalah, syuhada yang telah dimandikan oleh para malaikat. Dia memperoleh kedudukan yang tinggi di haribaan Allah SWT. Itulah sebaik-baik tempat yang tidak semua orang mampu meraihnya. Nabi Bersabda, “Allah SWT berfirman: Tiada balasan bagi hamba-Ku yang berserah diri saat Aku mengambil sesuatu yang dikasihinya di dunia, melainkan surga.” (HR Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق