Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan al-Qur’an kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menjadi petunjuk bagi manusia. Berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Qur’an diturunkan secara bertahap, berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.
Tentu ada hikmah dan pelajaran dari turunnya al-Qur’an secara bertahap ini. Syaikh Manna’ al-Qaththan di kitab beliau Mabaahits fii ‘Ulumil Qur’an pada bab Nuzuulul Qur’an pembahasan Hikmah Nuzulil Qur’an Munajjaman, menjelaskan beberapa hikmahnya kepada kita. Berikut ringkasan paparan beliau tersebut.
1. Meneguhkan Hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (تثبيت فؤاد رسول الله صلى الله عليه وسلم)
Ketika menyampaikan dakwahnya kepada manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhadapan dengan orang-orang yang suka membangkang, berperangai kasar dan keras kepala. Orang-orang tersebut senantiasa menyakiti dan menyusahkan Rasul, padahal beliau ingin menyampaikan kebaikan bagi mereka. Tentang hal ini, Allah ta’ala berfirman:
فلعلك باخع نفسك على آثارهم إن لم يؤمنوا بهذا الحديث أسفا
Artinya: “Maka barangkali engkau akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (al-Qur’an).” [al-Kahfi ayat 6]
Wahyu turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari waktu ke waktu, sehingga dapat meneguhkan hatinya atas kebenaran dan memperkuat ‘azam-nya di jalan dakwah, tanpa mempedulikan lagi perbuatan zalim dan jahil yang dihadapinya dari kaumnya.
Allah juga menjelaskan kepada Rasul tentang sunnah-Nya yang berlaku terhadap para Nabi terdahulu yang didustakan dan disakiti oleh kaum mereka, tetapi mereka tetap bersabar hingga datang pertolongan Allah. Dijelaskan pula bahwa kaum yang mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu hanyalah karena kecongkakan dan kesombongan mereka, dan beliau juga akan mendapati sunnah ilahiyah sebagaimana para Nabi sebelumnya sepanjang sejarah kehidupan. Ini menjadi hiburan bagi beliau dalam menghadapi gangguan dan penolakan dari kaumnya.
Setiap kali penderitaan yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah karena didustakan dan disakiti oleh kaumnya, maka al-Qur’an turun untuk menguatkan dan menjadi hiburan bagi beliau, sekaligus mengancam orang-orang yang mendustakan beliau bahwa Allah mengetahui keadaan mereka dan akan membalas apa yang telah mereka lakukan. Allah ta’ala berfirman:
فلا يحزنك قولهم إنا نعلم ما يسرون وما يعلنون
Artinya: “Maka janganlah ucapan mereka membuatmu sedih. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan yang mereka nyatakan.” [Yaasiin ayat 76]
Dengan hikmah inilah, Allah menjawab pertanyaan orang-orang kafir mengapa al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Dia subhanahu wa ta’ala berfirman:
وقال الذين كفروا لولا نزل عليه القرآن جملة واحدة كذلك لنثبت به فؤادك ورتلناه ترتيلا
Artinya: “Orang-orang kafir berkata, ‘Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) sekali turun saja?’. Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu (wahai Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil.” [al-Furqaan ayat 32]
2. Sebagai Tantangan dan Mukjizat (التحدي والإعجاز)
Orang-orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering mengajukan berbagai pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menguji kenabian beliau. Mereka juga sering menyampaikan hal-hal batil yang aneh, seperti menanyakan tentang hari kiamat: {يسألونك عن الساعة}, atau meminta disegerakannya azab: {ويستعجلونك بالعذاب}. Maka turunlah al-Qur’an untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka, dan memberikan jawaban yang paling jelas atas pertanyaan-pertanyaan mereka, seperti firman Allah ta’ala:
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” [al-Furqaan ayat 33]
Maksud ayat di atas adalah, setiap orang-orang kafir datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertanyaan-pertanyaan batil yang aneh, maka Allah akan mendatangkan jawaban yang benar dan lebih baik maknanya dibanding pertanyaan-pertanyaan yang sia-sia dan tak ada manfaatnya tersebut.
Di saat orang-orang kafir keheranan atas turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, maka Allah menjelaskan kepada mereka kebenaran hal itu. Sebab, tantangan kepada orang-orang kafir dengan al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur sedang mereka tidak sanggup untuk membuat yang semisal dengannya, akan lebih memperlihatkan kemukjizatan dan lebih efektif pembuktiannya dibanding kalau al-Qur’an diturunkan sekaligus.
3. Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya (تيسير حفظه وفهمه)
Al-Qur’an al-Karim turun di tengah-tengah umat yang ummi, tidak pandai membaca dan menulis. Catatan mereka adalah ingatan dan hafalan. Mereka tak memiliki pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang memungkinkan mereka untuk menulis dan membukukannya, baru kemudian menghafal dan memahaminya.
Allah ta’ala berfirman:
هو الذي بعث في الأميين رسولا منهم يتلو عليهم آياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبل لفي ضلال مبين
Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [al-Jumu’ah ayat 2]
Umat yang buta huruf ini, tidaklah mudah bagi mereka menghafal seluruh al-Qur’an seandainya al-Qur’an diturunkan sekaligus, dan tidak mudah pula bagi mereka memahami maknanya dan mentadabburi ayat-ayatnya. Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk menghafal dan memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para shahabat segera menghafalnya, mentadabburi maknanya, dan mempelajari hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Kebiasaan para shahabat ini kemudian menjadi metode pembelajaran dalam kehidupan para tabi’in. Abu Nadhrah berkata:
كان أبو سعيد الخدري يعلمنا القرآن خمس آيات بالغداة، وخمس آيات بالعشي، ويخبر أن جبريل نزل بالقرآن خمس آيات خمس آيات
Artinya: “Abu Sa’id al-Khudri mengajarkan al-Qur’an kepada kami, lima ayat di waktu pagi dan lima ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan al-Qur’an lima ayat lima ayat.” [Dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir]
4. Kesesuaian dengan Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi dan Penahapan dalam Penetapan Hukum (مسايرة الحوادث والتدرج في التشريع)
Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada diin yang baru ini seandainya al-Qur’an tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan memberikan kepada mereka obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kehinaan. Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara mereka, maka turunlah hukum mengenai peristiwa itu yang memberikan kejelasan statusnya, sebagai petunjuk dan peletakan dasar-dasar tasyri’i bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi satu. Dan cara demikian ini menjadi obat bagi hati mereka.
Pada mulanya al-Qur’an meletakkan dasar-dasar keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, serta apa yang ada pada hari kiamat itu seperti kebangkitan, hisab, balasan, surga dan neraka. Untuk itu, al-Qur’an menegakkan hujjah dan bukti sehingga kepercayaan kepada berhala tercabut dari jiwa orang-orang musyrik dan tumbuh sebagai gantinya aqidah Islam.
Al-Qur’an mengajarkan akhlak yang mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan kebengkokannya, serta mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga dapat terkikis habis akar kejahatan dan keburukan. Ia menjelaskan kaidah-kaidah halal dan haram yang menjadi dasar agama dan menancapkan tiang-tiangnya dalam hal makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan darah.
Kemudian penetapan hukum (tasyri’) bagi umat ini meningkat secara berangsur-angsur kepada penanganan penyakit-penyakit sosial yang telah mendarah daging dalam jiwa mereka, setelah disyari’atkan bagi mereka kewajiban-kewajiban agama dan rukun-rukun Islam yang menjadikan hati mereka penuh dengan iman, ikhlas kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya.
Demikian pula, al-Qur’an turun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum muslimin dalam perjuangan mereka yang panjang meninggikan kalimatullah. Semua ini mempunyai dalil-dalil berupa nash-nash al-Qur’an al-Karim, jika kita meneliti ayat-ayat makki dan madani serta kaidah-kaidah tasyri’-nya.
Sebagai contoh, ayat yang berisi pengharaman zina sudah diturunkan di Makkah, yaitu:
ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk.” [al-Israa’ ayat 32]
Tetapi, sanksi-sanksi yang diakibatkan oleh zina baru turun di Madinah.
5. Penunjukan yang Jelas dan Pasti Bahwa Al-Qur’an Al-Karim Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji (الدلالة القاطعة على أن القرآن الكريم تنزيل من حكيم حميد)
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam waktu lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama itu orang membaca dan mengkajinya surah demi surah. Ketika itu, terlihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali dengan makna yang saling berhubungan, dengan gaya bahasa yang begitu kuat, serta ayat demi ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah, yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Allah ta’ala berfirman:
كتاب أحكمت آياته ثم فصلت من لدن حكيم خبي
Artinya: “Inilah Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” [Huud ayat 1]
Seandainya al-Qur’an ini adalah perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian, tentulah di dalamnya terjadi ketidakserasian dan saling bertentangan satu dengan yang lain, serta sulit terjadi keseimbangan.
Allah ta’ala berfirman:
ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا
Artinya: “Kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya.” [an-Nisaa’ ayat 82]
***
Demikianlah lima hikmah turunnya al-Qur’an secara bertahap selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, yang dipaparkan oleh Admin Semoga share ini bermanfaat. bagi pengunjung
0 komentar:
Posting Komentar
ترك التعليق