Sumayyah binti Khayyat

13 Mei 2012

Dialah Sumayyah binti Khayyat hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir seorang pendatang yg kemudian menetap di Mekah. Karenanya tidak ada kabilah yg dapat membelanya menolongnya dan mencegah kezaliman atas dirinya. Sebab dia hidup sebatang kara sehingga posisinya sulit di bawah naungan aturan yg berlaku pada masa jahiliyah. Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindugannya kepada Bani Makhzum. 

Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Hudzaifah sehingga akhirnya dia dinikahkan dgn budak wanita bernama Sumayyah. Dia hidup bersamanya dan tenteram bersamanya. Tidak berselang lama dari pernikahannya lahirlah anak mereka berdua yg bernama Ammar dan Ubaidullah. Tatkala Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki beliau mendengar agama baru yg didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah saw kepada beliau. Akhirnya berpikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana berpikirnya penduduk Mekah. 

Karena kesungguhan dalam berpikir dan fitrahnya yg lururs maka masuklah beliau ke dalam agama Islam. Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yg telah terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yg beliau alami hingga pertemuannya dgn Rasulullah saw kemudian menawarkan kepada keduanya utk mengikuti dakwah yg baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yg penuh barakah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yg masuk Islam. 

Dari sinilah dimulainya sejarah yg agung bagi Sumayyah yg bertepatan dgn permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit utk yg pertama kalinya. Bani Makhzum mengetahui akan hal itu krn Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dgn kuat sehingga orang-orang kafir tidak menanggapinya melainkan dgn pertentangan dan permusuhan. Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dgn bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari din mereka mereka memaksa dgn cara mengeluarkan mereka ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dgn pasir yg sangat panas kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yg berat akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad.

Ahad.. beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yg dilakukan oleh Yasir Ammar dan Bilal. Suatu ketika Rasulullah saw menyaksikan keluarga muslim tersebut yg tengah disiksa degan kejam maka beliau menengadahkan ke langit dan berseru “Bersabarlah wahai keluarga Yasir krn sesungguhnya tempat kembali kalian adl Jannah.” Sumayyah mendengar seruan Rasulullah saw maka beliau bertambah tegar dan optimis dan dgn kewibawaan imannya dia mengulang-ulang dgn berani “Aku bersaksi bahwa Engkau adl Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adl benar.” 

Begitulah Sumayyah telah merasakan lezat dan manisnya iman sehingga bagi beliau kematian adl sesuatu yg remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah dipenuhi akan kebesaran Allah Azza wa Jalla maka dia menganggap kecil tiap siksaan yg dilakukan oleh para taghut yg zalim. 

Mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya ekalipun hanya satu langkah semut. Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yg dia lihat dan dia dengar dari istrinya Sumayyah pun telah mematrikan dalam dirinya utk bersama-sama dgn suaminya meraih kesuksesan yg telah dijanjikan oleh Rasulullah saw. Tatkala para taghut telah berputus asa mendengar ucapan yg senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dgn menusukkan sangkur yg berada dalam genggamannya kepada Sumayyah. Maka terbanglah nyawa beliau yg beriman dan suci bersih dari raganya. Beliau adl wanita pertama yg mati syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan. Beliau telah mengerahkan segala apa yg beliau miliki dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yg mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya. “Dan mendermakan jiwa adl puncak tertinggi dari kedermawanannya.”

0 komentar:

Posting Komentar

ترك التعليق