Memotong Kuku

23 April 2012

Bolehkah Memotong Kuku atau Rambut Ketika Haid

Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku maupun rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut wanita haid yang rontok utnku di cuci bersamaan dengan mandi paska haid. Bahkan sebaliknya, terdapat riwayat yang membolehkan wanita haid untuk menyisir rambutnya. Padahal, tidak mungkin ketika wanita yang menyisir rambutnya, tidak ada bagian rambut yang rontok. Disebutkan dalam shahih Bukhari, bahwa ketika Aisyah mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesampainya di Mekkah beliau haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

…..دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…”

Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid hukumnya sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk memandikannya bersamaan dengan mansi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan jelaskan kepada Aisyah agar membawa rambutnya dan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya.

Dalam Fatawa Al-Kubra, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terdapat pertanyaan, “Ketika seorang sedang junub, kemudian memotong kukunya, atau kumisnya, atau menyisir rambutnya. Apakah dia salam dalam hal ini? Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa orang yang memotong rambutnya atau kukunya ketika junub maka semua bagian tubuhnya ini akan kembali pada hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya, apakah ini benar?”

Syaikhul Islam memberi jawaban “Terdapat hadis shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang junub, kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.’ Dalam shahih Al-Hakim, ada tambahan, ‘Baik ketika hidup maupun ketika mati.’ Sementara itu, saya belum pernah mendengar adanya dalil syariat yang memakruhkan potong kuku dan rambut, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang masuk islam untuk memotong rambutnya dan berkhitan. Beliau juga memerintahkan orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah, menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi…’” (Fatawa Al-Kubra, 1:275).


Larangan Memotong Kuku dan Mencukur Rambut Bagi Orang Yang Ingin Berkurban
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Shalwat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Bagi orang yang ingin berkurban dilarang memotong kuku dan memangkas rambutnya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga dia menyembelih hewan kurbannya.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِه

“Apabila kalian melihat hilal Dzilhijjah dan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya dia menahan rambut dan kuku-kukunya (yakni tidak memotongnya,- red).” (HR. Muslim, beliau membuat bab untuk hadits ini dan hadits-hadits semakna dengannya, “Bab larangan bagi orang yang sudah masuk Dzulhijjah sementara ia ingin berkurban untuk memotong rambut dan kukunya sedikitpun”)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa jika sudah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan seseorang ingin berkurban, maka janganlah dia mengambil sedikitpun dari rambut, kuku, dan kulit luarnya sampai dia menyembelih hewan kurbannya. Dan jika dia memiliki beberapa hewan kurban, maka larangan ini gugur setelah melakukan penyembelihan yang pertama (Ahadits ‘Asyr Dzilhijjah wa Ayyama Tasyriq, Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan, hal. 5)

Larangannya haram atau makruh?

Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum rinci atas larangan ini bagi orang yang ingin berkurban ketika sudah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah, antara haram dan makruh.

Sa’id bin Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud, dan sebagian pengikut imam Syafi’i berpendapat, diharamkan baginya mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga dia menyembelih hewan kurbannya pada hari penyembelihan.

Imam Malik, Syafi’i, dan sebagian sahabatnya yang lain berpendapat, dimakruhkan –dengan makruh tanzih- bukan diharamkan. Kesimpulan ini didasarkan kepada hadits Aisyah, “Dahulu aku memintal tali-tali untuk dikalungkan pada unta Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau mengalungkannya dan mengirimkannya. Sementara tidak diharamkan atas beliau apa yang telah dihalalkan Allah hingga beliau menyembelih kurbannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mereka mengatakan, para ulama bersepakat bahwa ia tidak diharamkan memakai pakaian dan wewangian seperti diharamkan atas orang yang sedang ihram. Ini menunjukkan suatu anjuran bukan kewajiban. Karenanya Imam syafi’i berpendapat larangan ini tidak menunjukkan keharaman. Sementara hadits-hadits larangan dibawa kepada makna makruh tanzih.

Memotong kuku dan rambut bagi orang yang akan berkurban hukumnya makruh, tidak sampai haram.

Maksud larangan memotong kuku dan rambut

Maksud larangan memotong kuku adalah larangan menghilangkannya dengan jepit kuku, mematahkannya, atau dengan cara lainnya. Sedangkan larangan memangkas rambut adalah menghilangkannya (mengambilnya) dengan mencukur, memendekkan, mancabut, atau cara lainnya. Rambut di sini mencakup bulu ketiak, kumis, kemaluan, dan rambut kepala serta bulu-bulu lain di badannya.

Ibrahim al-Marwazi dan selainnya berkata, “Hukum semua anggota badan seperti hukum rambut dan kuku, dalilnya dalam riwayat Muslim yang lain,

فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Janganlah dia memotong sedikitpun dari rambut dan kulit luarnya.” (HR. Muslim, dinukil dari syarah Shahih Muslim milik Imam al-Nawawi)

Kepada siapa larangan ditujukan

Larangan ini khusus ditujukan kepada orang yang akan berkurban, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Dan ingin berkurban…” tidak meluas kepada istri dan anak-anak apabila mereka disertakan dalam niat berkurban tadi.

Sedangkan orang yang menyembelih untuk orang lain karena wasiat atau perwakilan, tidak termasuk yang dilarang untuk memotong kuku, rambut, atau kulitnya. Karena hewan kurban itu bukan miliknya.

Sementara wanita yang ingin berkurban lalu mewakilkan hewan kurbannya kepada orang lain karena ingin memotong rambutnya, maka tidak diperbolehkan. Karena hukum tersebut terkait dengan pribadi yang berkurban, baik dia mewakilkan kepada yang lainnya ataukah tidak. Sedangkan orang yang mewakilinya tidak terkena khitab larangan tersebut.

Apa hikmahnya?

Hikmah larangan di atas, sebagaimana disebutkan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, agar seluruh bagian tubuh mendapatkan jaminan terbebas dari api neraka. Ada juga yang berpendapat, agar menyerupai orang-orang yang sedang ihram. Akan tetapi pendapat ini perlu dikoreksi, karena ia tidak menjauhi wanita, tidak meninggalkan memakai minyak wangi dan baju serta selainnya yang ditinggalkan orang yang sedang ihram.

Bagaimana kalau niatan berkurban muncul bukan sejal awal Dzulhijjah?

Bagi orang yang telah memotong kukunya atau memangkas rambutnya pada awal Dzulhijjah karena tidak ada niatan untuk berkurban, maka tidak mengapa. Kemudian keinginan itu muncul di pertengahan sepuluh hari pertama (misalnya pada tanggal 4 Dzulhijjah), maka sejak hari itulah dia harus manahan diri dari memotong rambut atau kukunya.

Bagaimana kalau terpaksa?

Orang yang sangat terdesak untuk memotong sebagian kuku atau rambut karena akan membahayakan, seperti pecahnya kuku atau adanya luka di kepala yang menuntut untuk dipangkas, maka tidak apa-apa. Karena orang yang berkurban tidaklah lebih daripada orang yang berihram yang pada saat sakit atau terluka kepalanya dibolehkan untuk memangkasnya. Hanya saja bagi yang berihram terkena fidyah, sementara orang yang berkurban tidak.

Bolehkah keramas?

Dalam mandi besar atau keramas biasanya ada beberapa lembar rambut yang akan rontok dan terbawa bersama air, bagaimanakah ini?

Laki-laki dan perempuan yang ingin berkurban tidak dilarang untuk keramas pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, walaupun akan ada satu, dua, atau lebih helai rambutnya yang rontok. Karena larangan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tersebut bagi yang sengaja memotong atau memangkas dan juga karena orang berihram tetap dibolehkan untuk membasahi rambutnya.

Laki-laki dan perempuan yang ingin berkurban tidak dilarang untuk keramas pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, walaupun akan ada satu, dua, atau lebih helai rambutnya yang rontok.

Ya Allah limpahkan kebaikan-Mu kepada kami. Liputi kami dengan rahmat dan maghfirah-Mu. Jangan jadikan dosa-dosa kami sebagai penghalang atas pahala dan ampunan-Mu. Jangan Engkau telantarkan kami karena keburukan dan aib kami. Ampunlah kami, Ya Allah, dan ampuni dosa kedua orang tua kami serta seluruh kaum muslimin. Semoga shalawat dan salam terlimpah kepada baginda Rasulillah, keluarga, dan para sahabatnya. Amiin. 


Anjuran Memotong Kuku

Fitrah Rosulullah SAW

kuku ialah selaput atau bahagian keras yang tumbuh pada ujung jari Kuku yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai peranan dan kepentingannya yang tersendiri kepada manusia. Dalam hukum Islam, kuku berperanan dalam beberapa perkara hukum yang tidak seharusnya diabaikan oleh umat Islam. Walaupun ia dilihat hanya seolah-olah perkara kecil, namun kadang-kadang ia adalah perkara besar, sebagai contoh ketika seorang yang masih dalam ihram haji atau umrah didenda membayar dam kerana memotong kukunya. Demikian juga kuku boleh menyebabkan tidak sah wudhu atau mandi junub, jika air tidak atau terhalang sampai ke kuku.

 Beberapa permasalahan yang berhubungkait dengan kuku dari segi hukum, hikmat memotong kuku, memanjangkan dan mewarnanya akan dibincangkan dalam Irsyad Hukum kali ini.

1. Hukum Dan Hikmat Memotong Kuku
 Memotong kuku adalah termasuk dalam amalan sunat. Sebagaimana disebutkandalam hadis dari 'Aisyah Radhiallahu 'anha yang maksudnya:

"Sepuluh perkara dikira sebagai fitrah (sunnah):
memotong misai, memelihara janggut, bersugi, memasukkan air ke hidung, memotong
kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari,
bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria: "berkata Mus'ab:
"Aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur."

(Hadis riwayat Muslim)

Memotong kuku adalah sunat bagi lelaki dan perempuan sama ada kuku
tangan atau kaki. Adapun hikmat daripada pensyariatan memotong kuku ialah
menghilangkan segala kotoran yang melekat atau berkumpul di celah kuku, yang
mana kotoran tersebut boleh menghalang sampainya air ketika bersuci.

Selain daripada itu, jika kuku itu pula dibiarkan panjang dan segala
kotoran atau najis melekat di dalamnya, nescaya ia boleh menjejaskan kesehatan.
2. Cara Dan Benda Untuk Memotong Kuku

Sunat memotong kuku bermula daripada tangan kanan kemudian tangan kiri,
memotong kuku kaki kanan kemudian kaki kiri.

Menurut Imam an-Nawawi, sunat memotong kuku bermula jari tangan kanan
keseluruhannya daripada jari telunjuk sehinggalah jari kelingking dan diikuti
ibu jari, kemudian tangan kiri daripada jari kelingking sehinggalah ibu jari.

Sementara kuku kaki pula, bermula kaki kanan daripada jari kelingking
sehinggalah ibu jari kemudian kaki kiri daripada ibu jari sehinggalah
kelingking.

Harus seseorang itu memotong kukunya dengan menggunakan gunting, pisau
atau benda yang khas yang tidak menyebabkan mudharat pada kuku atau jari
sepertimana yang dikenali sebagai alat pemotong kuku.
Setelah selesai memotong kuku, sayugia segera membasuh tangan (tempat
kuku yang telah dipotong) dengan air. Ini kerana jika seseorang itu menggaru
pada anggota lain, ditakuti akan menghidap penyakit kusta.

Menurut kitab al-Fatawa al-Hindiyah dalam mazhab Hanafi bahawa makruh
memotong kuku dengan menggunakan gigi kerana ia boleh mewarisi penyakit kusta.

3. Waktu Memotong Kuku

Dalam perkara memotong kuku, waktu juga diambil kira dan diambil
perhatian dalam Islam. Adapun waktu memotong kuku itu tertakluklah pada panjang
kuku tersebut. Bila-bila masa sahaja diharuskan memotong kuku apabila seseorang
itu berkehendak pada memotongnya. Akan tetapi janganlah membiarkan kuku
tersebut tidak dipotong sehingga melebihi empat puluh hari. Sebagaimana
diriwayatkan daripada Anas bin Malik yang maksudnya :

"Telah ditentukan waktu kepada kami memotong
misai, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami
tidak membiarkannya lebih daripada empat puluh malam."

(Hadis riwayat Muslim)

Adapun menurut Imam asy-Syafi'e dan ulama-ulama asy-Syafi'eyah, sunat
memotong kuku itu sebelum mengerjakan sembahyang Juma'at, sebagaimana
disunatkan mandi, bersugi, berharuman, berpakaian kemas sebelum pergi ke masjid
untuk mengerjakan sembahyang Juma'at.

Diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri dan Abu Hurairah Radhiallahu
'anhuma berkata yang maksudnya :

Maksudnya: "Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
"Sesiapa yang mandi pada hari Juma'at, bersugi, berwangian jika
memilikinya dan memakai pakaian yang terbaik kemudian keluar rumah sehingga
sampai ke masjid, dia tidak melangkahi (menerobos masuk) orang-orang yang telah
bersaf, kemudian dia mengerjakan sembahyang apa sahaja (sembahyang sunat), dia
diam ketika imam keluar (berkhutbah) dan tidak berkata-kata sehingga selesai
mengerjakan sembahyang, maka jadilah penebus dosa di antara Juma'at itu dan
Juma'at sebelumnya."

(Hadis riwayat Ahmad)

Daripada Abu Hurairah
katanya yang maksudnya :

"Bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alahi
wasallam memotong kuku dan mengunting misai pada hari Juma'at sebelum Baginda
keluar untuk bersembahyang."

(Riwayat al-Bazzar dan ath-Thabrani)

Sementara menurut Ibnu Hajar Rahimahullah pula, sunat memotong
kuku itu pada hari Khamis atau pagi Juma'at atau pada hari Isnin.

4. Menanam Potongan Kuku

Islam sangat perihatin terhadap memuliakan anak Adam termasuk memuliakan
anggota badan manusia. Potongan-potongan kuku sunat ditanam di dalam tanah
sebagai tanda menghormatinya, kerana ia salah satu daripada anggota manusia.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Bari, bahawaIbnu 'Umar Radhiallahu
'anhu menanam potongan kuku.


5. Memotong Kuku Ketika Haid, Nifas Dan Junub

Menurut kitab Al-Ihya', jika seseorang itu dalam keadaan junub atau
berhadas besar, jangan dia memotong rambut, kuku atau mengeluarkan darah atau
memotong sesuatu yang jelas daripada badannya sebelum dia mandi junub. Kerana
segala potongan itu di akhirat kelak akan kembali kepadanya dengan keadaan
junub.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Salam kenal...
Infonya membantu sekali ...dan untuk melakukan senam diabetik ini, apaka disarankan memakai kaos kaki muslimah juga ..atau malah tidak boleh..
terima kasih ya

Posting Komentar

ترك التعليق